Virtual Student Engagement
Keterlibatan behavioral (Perilaku)
Indikator keterlibatan perilaku
anak adalah partisipasi anak dalam mengerjakan tugas-tugas selama proses
pembelajaran baik saat kegiatan di kelas ataupun tugas mandiri saat selesai
kelas.
Beberapa strategi agar keterlibatan behavioral anak ini meningkat seperti yang disebut di bawah ini :
A. Aturan Kelas :
Adalah penting bagi anak dimanapun berada diajarkan kepada mereka apa yang baik dilakukan dan apa yang tidak baik dilakukan mereka. Praktekan cara mengajarkan aturan dengan melibatkan mereka (student-created norms). Kemudian hasil kesepakatan dari aturan yang dibuat bersama dipost di virtual classroom, terapkan aturan dengan konsisten dan selalu diingatkan kepada anak pentingnya aturan tsb, ciptakan rutinitasnya di dalam kelas, maka keterlibatan anak secara behavioral menjadi meningkat.
Langkah-langkah berikut dapat dicoba :
· Collaboratively develop class norms for each portion of the virtual learning environment, yaitu ciptakan dan bangun bersama aturan kelas yang sesuai dengan kondisi lingkungan belajar secara virtual. Coba tanyakan kepada anak, “Sebagai anggota kelas, kira-kira kelas seperti apa yang kalian inginkan?” Coba pikirkan satu kata yang mencerminkan kelas impianmu! Gunakan tools chat atau breakout room atau shared document untuk melead kegiatan ini.
· Have
students sign contracts for class norms, yaitu setelah ada
kesepakatan tentang aturan kelas tersebut maka ajak anak memberikan
tandatangannya di lembar aturan kelas tsb. Ini dilakukan agar tumbuh sense
sebagai komunitas dan kepemilikian terhadap aturan tsb yang menyebabkan anak
akan menunjukkan perilaku yang dibolehkan di komunitas kelasnya, serta tidak
menunjukkan perilaku yang tidak dijinkan.
· Consistently
review the established norms, yaitu mereview aturan kelas tersebut secara konsisten. Buatkan gambar
yang memvisualisasikan setiap aturan tersebut dan semua anggota kelas dengan
mudah untuk merefernya, mengingatkan satu sama lain jika ada salah satu anak
yang tidak mematuhi aturan tsb. Akan lebih kuat lagi jika aturan tsb diposting di kelas virtual kita agar anak
semakin ingat perilaku yang diharapkan dari mereka.
Yaitu melaksanakan pendekatan diskusi yang membangun hubungan saling menghargai sesama anggota kelas jika terjadi penyimpangan perilaku. Pendidik mencari akar permasalahan dari penyimpangan perilaku tersebut dengan dialog kepada si anak sehingga muncul kesadaran anak untuk menunjukkan perilaku positif yang diharapkan. Apa positifnya bagi anak jika anak melakukan perilaku tersebut, dan apa negatifnya jika mereka tidak melakukannya. Apa konsekuensi yang akan muncul jika anak melakukan perilaku yang tidak diharapkan. Bantulah anak untuk menjawab semua pertanyaan tersebut sehingga dapat melatih keterampilan berpikir merekam keterampilan berpikir kritis. Misalnya dalam mendiskusikan satu perilaku menyimpang, mereka memiliki pendapatnya sendiri tentang hal tersebut, dan kemudian ajak mereka berpikir dari sudut pandang orang lain.
Beberapa ide-ide yang bisa diterapkan yaitu :
· Implement virtual community circles, yaitu buatlah sessi komunitas circle secara
virtual, dan berikan kesempatan anak untuk mendiskusikan pemikiran mereka atau
apapun yang mereka sedang pikirkan, biarkan mereka mendiskusikannya sampai
mendalam sehingga benar-benar muncul hubungan atau relasi yang sangat bermakna
di kelas mereka tersebut. Gunakan resources virtual yang mengajarkan tentang mindfulness
(kebaikan), self-awareness (kesadaran
diri), and self-regulation (disiplin diri), misalnya reources yang paling terkenal
dan sangat bagus digunakan virtual
mindfulness videos, digital gratitude activities, online coloring pages, and
personal reflections. Jika ini
dijalankan maka akan tumbuh keterampilan sosial-emosi anak. Bisa dicek
resources tadi pada website atau media digital lainnya.
· Meet with students in a one-on-one meeting to discuss behavior issues, yaitu adakan meeting dengan anak, satu per satu untuk mendiskusikan masalah perilaku. Ada 5 langkah yang dapat dijalankan menurut sebuah panduan penerapan disiplin dengan teknik restorative yang dijalankan di Hacking School. Penyusun menyebutnya 5 langkah tersebut adalah (1) Initiate, (2) Empathize, (3) Analyze, (4) Execute, and (5) Reflect (Maynard & Weinstein, 2019). Langkah tersebut dijalankan saat menangani masalah perilaku di sessi meeting dengan anak, satu per satu tadi atau dilakukan per grup kecil. Dengan mengimplemntasikan teknik restorative, anak akan belajar dari kesalahan yang mereka alami, kemudian mereka didorong agar dapat bertanggungjawab atas kesalahan tersebut, dengan cara melakukan suatu rencana tindakan sebagai konsekuensi yang timbul agar dapat memperbaiki kerusakan ataupun kesakitan yang timbul akibat kesalahan yang mereka lakukan. Buatlah meeting-meeting teknik restorative ini secara virtual
Tertulis di artikel Melisa ini ada 22 persen anak yang absen di kelas setiap hari (22 percent of students were missing class each day). Jadi sangat artinya bagi sekolah melakukan kolaborasi dengan tim (baik sesama pendidik atau orang tua) untuk mendapat bantuan pertolongan yang mereka butuhkan agar dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Beberapa cara yang bisa dijalankan :
Maximize family connection through technology, yaitu maksimalkan penggunaan teknologi untuk menjalin hubungan dengan orang tua. Misalnya mengirim tips-tips parenting, berita kelas, shoutouts, and Snapshots of the Week. Ini contoh yang sangat menarik yang dapat dilakukan seorang pendidik agar bisa terhubung dengan keluarga dari anggota kelas mereka sepanjang waktu ini. . Sebuah resosurces yang banyak disukai orang tua yaitu Google Guidebook for Families and Students
· Create a shared parent contact log, yaitu buatkan list kontak (log) orang tua yang dapat dishare sesama tim. Tim di sekolah Melisa mulai dari guru, konselor, koordinator orang tua, maupun asisten guru melakukan support maksimal bagi anak yang memiliki masalah perilaku. Setiap anggota tim berperan sebagai mentor untuk 4 atau 5 anak dan memiliki jadwal meeting setiap pekannya untuk menciptakan dan membangun hubungan yang baik.
Keterlibatan Koginitif (Cognitive Engagement)
3 komponen yang dibutuhkan dalam pembelajaran anak untuk membantu mereka secara aktif terkoneksi dengan materi pembelajarannya yaitu (1) authentic learning experiences (pengalaman belajar otentik), (2) higher-order questioning (pertanyaan HOT), dan teachable learning strategies (strategi pembelajaran yang tepat)
(1) Authentic Experiences
Yaitu sebuah pengalaman belajar saat anak dapat mengakses tanpa batas semua informasi melalui penggunaan teknologi dengan hanya menyentuh tombol tertentu. Dengan demikian mereka mendapatkan berbagai informasi yang berhubungan dengan materi yang sedang mereka pelajari.
Sebuah kegiatannya contohnya adalah :
· Use virtual resources to build a more relevant learning experience, yaitu menggunakan sumber belajar virtual untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih relevan. Salah satunya dengan menghadirkan ke dalam kegiatan kelas virtual field trips, social media, video clips, dan gamified learning, agar anak menjadi lebih aktif berpartisipasi. BreakoutEDU menyediakan ruang – ruang digital dengan konten aplikasi yang telah disimulasikan.
(2) Higher-Order Questioning
Sebagai pendidik perlu melatih anak mengubah keterampilan berpikir tingkat rendah (Lower order thinking) yang hanya menerima, mengingat dan memahami sebuah informasi kepada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher order thinking) walaupun di kelas virtual. Guru membuat latihan tersebut dapat menggunakan question starters dan menggunakan metode pembelajaran project-based learning, passion projects, dan collaborative documents secara digital.
Berikut ide yang bisa dicoba :
· Use Bloom's Taxonomy to plan higher-order activities prior to the lesson, yaitu gunakan HOT Bloom Taxonomy pada materi pembelajaran. Tingkatan Bloom Taxonomy sebagai berikut Remember, Understand, Apply, Analyze, Evaluate, and Create (Anderson and Krathwohl, 2001). The Bloom's Digital Taxonomy Pyramid menyediakan ide-ide menggunakan online tools.
· Provide multiple means of demonstrating knowledge, yaitu sediakan berbagai cara menjelaskan sebuah pengetahuan atau materi pembelajaran, The Universal Design for Learning Guidelines developed by CAST menyebutkan 3 prinsip yang harus diperhatikan saat mendesain pengalaman belajar yang berbeda, termasuk diantaranya aspek engagement, representation, action and expression.
· Allow students to track progress in developing personalized focus skills, Yaitu ingatkan anak untuk mencatat setiap progress dari keterampilan yang harusnya mereka capai, dan catat secara mandiri oleh mereka, fokus keterampilan apa yang akan mereka capai. 21 century skill misalnya. Yaitu terdiri atas 12 keterampilan yang meliputi critical thinking, creative thinking, collaborating, communicating, information literacy, media literacy, technology literacy, flexibility, initiative, social skills, productivity, and leadership (Battelle for Kids, 2019). Melisa meminta anak merencanakan action plan untuk melatih keterampilan tersebut dan merecord progressnya sampai pencapaian hasil akhirnya selama tahun pembelajaran berjalan.
(3) Learning Strategies
Banyak anak menunjukkan tanggung jawab belajarnya saat pembelajaran online ini berlangsung. Pendidik menyampaikan pembelajaran dengan strategi belajar yang spesifik misalnya menunjukkan pendekatan neoroscience seperti ada tahapan rehearsing (latihan mengulang-ngulang), persistance (pantang menyerah), dan connecting prior knowledge (hubungkan dengan pengetahuan anak sebelumnya), akan membantu mereka untuk tumbuh kepemilikian (ownership) dalam belajar mereka.
Beberapa ide dapat dicoba :
Teach students virtual communication skills through establishing talking norms, yaitu ajarkan anak keterampilan komunikasi visual saat mendiskusikan tentang aturan berbicara. Saat anak mengetahui tujuan dari sebuah diskusi yang dilaksanakan melalui platform virtual ini, mereka akan menyadari dan memahami bagaimana seharusnya mereka berinteraksi dengan guru dan teman-temannya. Melisa dan anak-anaknya di kelas mensetting aturan menggunakan feature chat dengan baik dan bertanggungjawab.
Show students how their brain works and processes new information, yaitu tunjukkan ke anak bagaimana proses menerima informasi baru terjadi pada otak mereka. Contohnya dengan mempraktekkan metacognitive strategies, seperti rehearsing ((latihan mengulang-ngulang), self-questioning (membuat pertanyaan-pertanyaan), and summarizing (membuat kesimpulan), di kelas, maka akan muncul kesadaran diri pada anak tentang strategi belajar mana yang tepat untuknya. Kelas Melisa mempraktekkan sesi reflection dengan meminta anak menuliskan refleksi belajarnya tentang cara belajar apa yang telah mereka pilih tadi saat pembelajaran.
Mudah-mudahan kita sebagai pendidik dapat mempratekkan strategi mana yang kita pilih agar dapat meningkatkaan keterlibatan anak baik secara emotional, behavioral dan cognitive, di tengah tantangan lain yang ada di hadapan kita.
Semoga
bermanfaat,-
Referensi :
Melissa Childs is an
instructional coach and a special education teacher at Salmon River Middle
School in Fort Covington, N.Y



