Rabu, 31 Agustus 2022

PENTINGNYA KREATIFITAS GURU DALAM MENGGUNAKAN PERTANYAAN SAAT PEMBELAJARAN

 Pertanyaan merupakan pintu terbukanya pengetahuan. Melalui pertanyaan, seseorang dapat mencari informasi yang ingin diketahuinya. Dalam berkomunikasi misalnya, saat pertama bertemu dengan orang baru, pastilah kita ajukan pertanyaan, “siapa nama anda? Dari mana anda berasal? Dimana anda tinggal?, dst” Sampai kita tahu informasi tentang orang tersebut.

Begitupun saat pembelajaran di kelas. Keterampilan bertanya perlu dimiliki baik oleh guru maupun siswa. Siswa akan terdorong menggunakan keterampilan bertanyanya saat mereka melihat contoh bagaimana guru memberikan pertanyaan saat pembelajaran di kelas. Juga dari bagaimana guru menyampaikan pembelajarannya dengan berbagai metode dan teknik diskusi serta berbagai strategi cooperative learning yang lainnya yang memotivasi siswa berbicara (student voice). Mereka menyampaikan pernyataan ide-idenya dari pertanyaan yang diberikan guru dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri.

Kondisi saat ini masih terdapat banyak siswa terlihat pasif di kelas, sedikit sekali pertanyaan yang muncul dari mereka saat diberikan waktu oleh guru untuk bertanya jika ada yang tidak dipahami dari penjelasan materi yang diberikan oleh guru. Selain itu, pertanyaan yang diberikan guru saat pembelajaran masih terlihat pertanyaan pertanyaan tingkat rendah. Seperti,  siapa yang mengetahui arti “…”, Apa itu “…”? Dimana ditemui “…”? Kapan terjadi “…”? dst.

Kemampuan guru memberikan pertanyaan perlu dikembangkan jika melihat kondisi saat ini. Kemampuan ini berhubungan dengan penggunaan metode pembelajarannya. Jika metode yang digunakan ceramah saja, maka kemampuan bertanya guru akan kurang tereksplorasi. Disebabkan dalam metode ceramah, guru aktif menjelaskan materi pembelajaran. Sedangkan jika guru memilih metode lain, seperti diskusi, eksperimen, demonstrasi, simulasi, tanya jawab, dan lainnya maka guru dipaksa untuk dapat membuat pertanyaan agar siswa terdorong mengetahui lebih dalam pemahaman mereka tentang materi yang sedang dipelajari. Kelas terlihat aktif interaktif saat metode dan keterampilan bertanya dipraktekkan dengan benar dan tepat.

Keterampilan bertanya guru maupun siswa menjadi sangat penting untuk terus ditingkatkan apalagi era sekarang ini. Dengan implementasi Kurikulum Merdeka, maka  semua pembelajaran dapat mendorong terbentuknya keterampilan berpikir kritis dan kreatif melalui pembelajaran berbasis projects, inquiry based, maupun pembelajaran STEM (Sains, Teknologi, Engeneering, Math). Selain itu di sekolah-sekolah internasional saat ini juga terus diberlakukan inovasi-inovasi pembelajaran yang mengimplementasikan pentingnya pertanyaan yang mendorong terbentuknya keterampilan berpikir tingkat tinggi (creative thinking) pada siswa dan pembelajaran yang lebih dalam (deeper learning). E Scheninger dalam bukunya “Desruptive Thinking” membahas tentang 4 type pertanyaan yang mendorong terjadinya pembelajaran yang lebih dalam (deeper learning). Penelitian oleh Tofade, Elsner, and Haines (2013) menyatakan :

 

Well-crafted questions lead to new insights, generate discussion, and promote the comprehensive exploration of subject matter. Poorly constructed questions can stifle learning by creating confusion, intimidating students, and limiting creative thinking.

Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dengan sangat baik, akan mendorong lahirnya ide atau pandangan baru, mendorong terjadinya diskusi, dan mempromosikan terjadinya eksporasi yang menyeluruh tentang materi yang sedang dipelajari. Namun pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dengan tidak baik, akan mengahampat pembelajaran, menimbulkan kebingungan, membuat beban siswa berat, dan membatasi creative thinking mereka.

Teachers most often ask lower-order, convergent questions that rely on students’ factual recall of prior knowledge rather than asking higher-order, divergent questions that promote deep thinking, requiring students to analyze and evaluate concepts.

Guru lebih sering menggunakan pertanyaan yang lower-order, pertanyaan konvergen yang hanya meminta siswa menghafal, menyebutkan pengetahuan yang mereka telah ketahui. Dibandingkan penggunaan pertanyaan yang higher-order, pertanyaan divergen yang mempromosikan berpikir mendalam, meminta siswa menganalisa dan mengevaluasi sebuah konsep.

shared four types of questions that can do just that while setting the stage for deeper learning. Below is a summary:

Menurut E Scheninger, 4 tipe pertanyaan yang dimaksud di atas adalah :

1.       Pertanyaan Open-Ended : pertanyaan yang meminta siswa agar dapat menjelaskan apa yang mereka pikirkan, apa pendapat mereka, apa ide mereka terhadap suatu materi, konsep, pengetahuan, informasi yang sedang mereka pelajari. Mereka diminta menyampaikannya, bisa tentang perasaan mereka, detail-detail yang mensupport pendapatnya, sikap mereka maupun apa saja yang menggambarkan pemahaman mendalam mereka terkait ide, pengetahun, informasi yang sedag dipelajarinya tersebut. Pertanyaan open ended ini tidak ada jawaban yang benar definitely maupun jawaban salah.

2.       Pertanyaan jenis Evidence-Based, pertanyaan yang menghendaki disertainya bukti-bukti yang mendukung dalam mengemukakan pendapat atau merespon  pertanyaan tersebut. Penggunaan bukti-bukti tersebut akan membawa siswa pada pemahaman yang lebih dalam tentang konten yang sedang dipelajarinya. “Dari mana kalian tahu bahwa “….”? Apa bukti yang mendukung pendapat kalian tentang “…”? Penggunaan pertanyaan jenis ini cocok digunakan saat melaksanakan metode debate, diskusi yang mendalam tentang sebuah topik yang sedang dipelajari di kelas.

3.       Pertanyaan jenis Critical Explanatio, dengan penggunaan kata tanya “Mengapa” atau “Bagaimana”, sehingga siswa dibawa untuk berpikir lebih dalam lagi saat menjawab sebuah pertanyaan atau permasalahan yang sedang dipelajarinya.  Jenis pertanyaan ini mengarahkan siswa untuk lebih berpikir kritis,  menemukan alasan atau argumen dari pendapatnya.

4.       Pertanyaaan jenis Dissenting Voice, jenis pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir dan mempertimbangkan pandangan yang berbeda dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dari satu pertanyaan inti.

Menurut E Scheninger saat guru menggunakan tipe pertanyaan di atas, maka pembelajaran yang lebih mendalam (deep learning) menjadi nyata. Namun kita harus memperhatikan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Penggunaan Rigor Relevance Framework disarankan untuk dipraktekkan agar dapat lebih lagi meningkatkan penggunaan pertanyaan yang lebih baik lagi untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa.


Berikut bagan dari Rigor Relevance Framework





Bagan dari 4 type pertanyaan Pembelajaran Yang lebih Dalam

Kamis, 27 Januari 2022

Do and Don’t dalam pembelajaran model Hybrid Learning

 




Cristina Diaz (he is currently a 4th and 5th grade dual-language teacher in Downers Grove, Ill)

Lakukan (Do) :

1.      Upayakan anak yang belajar di rumah tetap merasakan menjadi bagian dari kelasnya secara fisik di sekolah.

a.      Pastikan mereka dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang sama

b.      Jika perlu ada bahan2 yang disiapkan untuk melakukan aktivitas, maka berikan kesempatan mereka mengambilnya di sekolah

c.       Anak dapat mengirim hasil dari aktivitasnya secara elektronik, dan guru mencetaknya dan jadi bukti fisik aktivitas yang mereka telah kerjakan.

2.     Berikan kesempatan mereka (anak di rumah dan di sekolah) berinteraksi satu dengan yang lainnya. Melalui breakout rooms, jamboard, kahoot, filpgrid. Atau app lainnya yang dapat memfasilitasi kita menjadikan mereka dalam kelas ini satu komunitas. Komunitas kelas, mereka punya rasa memiliki dan keterikatan pada komunitasnya ini.

3.     Set ekspektasi yang jelas mereka yang di rumah dan di sekolah. Misalnya saat di zoom room apa aturannya (menggunakan camera, bagaimana tingkat partisipasinya, dan bagaimana menjaga keamanannya). Saat di kelas apa yang mereka siapkan, kapan dan bagaimana mengirimkan tugas-tugas, dst.

4.     Berikan cara yang bervariasi untuk anak yang belajar dari rumah untuk memperlihatkan bahwa mereka terlibat penuh selama proses pembelajaran. Jangan menganggap karena mereka off camera, mereka tidak ada. Mereka dapat didorong agar dapat unmute, gunakan kolom chat, gunakan reaction dan hand signal  untuk berbicara.

5.     Ciptakan kreativitas dalam melakukan rutinitas mengawali hari melakukan kegiatan yang sama. Anak merasakan adanya rutinitas tersebut dan stabilitas dalam melakukan hal tersebut. Contoh rutinitas tersebut :

a.      Buat satu pertanyaan saat mengabsen anak, kemudian anak menjawab pertanyaan tersebut.

b.      Mulai hari dengan sapaan yang menyenangkan (fun greeting) atau class meeting (circle time) di pagi hari

c.       Ada review jadwal setiap harinya

d.      Ada petugas kelas (penyapa, pengabsen, pemonitor chat, co host untuk hari ini, dst)

6.     Teknologi support di kelas

Saya memastikan anak-anak di rumah dan di sekolah melihat hal yang sama saat saya mengajar. Anak yang di rumah bisa lihat di papan tulis, anak yang di rumah bisa melihat di zoom screen, dan speaker. Sehingga jika anak di rumah bicara, anak di sekolah dapat mendengarnya.

7.      Gunakan device ke 2 untuk memfasilitasi anak di rumah  melihat kelas nya. Melalui screen kedua tersebut, anak di rumah bisa lihat kelasnya, dan anak yang di kelas bisa lihat mereka yang di rumah.

8.     Perlu buat perayaan-perayaan kecil di kelas dengan anak-anak (seperti birthday, selesai melakukan kegiatan, atau ada kejuaraan2, ada kegiatan spirit day, atau class rewards

9.     Buat kesempatan untuk melakukan virtual fieldtrip, ambil dari tawaran-tawaran dari website, museum, atau anak-anak sendiri yang memilih dan mengorganisasikannya.

Jangan Lakukan (Don’t)

1.      Jangan berekspektasi mengikuti pacing yang sama saat melakukan di tahun yang lalu. Semua dapat berjalan lebih lama, dan itu ok saja.

2.     Jangan bersikap terlalu keras kepada diri juga ke anak-anak. Berterimakasih selalu pada diri dan anak-anak, jangan mudah kecil hati dan jangan jadikan personally saat melakukan kesalahan, karena kondisi ini suatu yang baru, bagi diri kita dan anak-anak.

3.     Jangan lupa mengatur unmute or mute sebagai guru (saya masih suka lupa)

4.     Jangan paksakan untuk hal yang belum dikuasai karena ingin mencontoh guru yang lain yang telah bisa. Pelajari terlebih dahulu. 2 atau 3 app yang kita kuasai dan anak-anak juga kuasai sudah bagus.

5.     Jangan lupa untuk jaga kesehatan mental diri sendiri. Mengajar dengan cara seperti ini tidaklah mudah, lakukan refreshing, tetaplah aktif, habiskan waktu dengan keluarga, tinggalkan tugas-tugas sekolah di tempatnya. Penting dilakukan agar kita dapat merecharge diri sehingga dapat memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita.

Refernsi : https://www.edweek.org/teaching-learning/opinion-strategies-for-teaching-students-online-face-to-face-at-the-same-time/2021/02

  

Jumat, 07 Januari 2022

6 CARA MEMBIMBING SISWA MENGERJAKAN KEGIATAN YANG LEBIH OTENTIK DALAM PBL

 Tulisan ini terjemahan dari artikel EDUTOPIA tentang PBL (PROJECT BASED LEARNING)


1.     BERIKAN SISWA  OTENTIK PERAN DALAM KEGIATAN

Siswa didorong untuk melakukan kegiatan dalam peran tertentu. Misalnya membuat prediksi (perkiraan/hipotesa), melakukan pengamatan dalam peran sebagai scientist. Menganalisa sumber-sumber sejarah secara kritis dalam peran sebagai seorang sejarawan. Menciptakan model matematika untuk membuat prediksi  dalam peran sebagai mathematician. Sebagai jurnalist yang bertugas menginvestigasi untuk mengidentifikasi suatu peristiwa dan mengkomunikasikannya menjadi berita. Seorang guru membantu siswanya memberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya mereka mempraktekkan peran-peran yang nyata dan bermakna. Pilih peran dan pilih kegiatan yang otentik.

 2. MEMPROMOSIKAN KEGIATAN EKSPLORASI PROBLEM DAN PERTANYAAN-PERTANYAAN

PBL didrive dari problem yang kompleks, problem yang membingungkan, pertanyaan-pertanyaan yang mendrive, atau puzzle-puzzle yang menarik menggambarkan suatu permasalahan. Saat menyajikan kegiatan dengan otentik peran sebagai  Historian, siswa diajak mengeksplorasi dengan pertanyaan yang mendrive apa yang sebenarnya terjadi pada masa lalu. Misalnya siswa dapat mencari tahu dari sumber-sumber yang dapat dipercaya apa peristiwa yang terjadi di Indonesia di Tahun 1964.

Saat menyajikan kegiatan dengan otentik peran sebagai Insinyur, siswa dapat mengeksplorasi problem bagaimana mendesain sebuah produk yang pas menjawab sebuah kebutuhan, seperti kebutuhan akan sebuah masalah bagaimana menciptakan tempat sampah kompos untuk menangani pembuangan sampah organik di sekolah.

Maka jika kita inginkan anak terlibat penuh pada kerja yang real,  hendaknya perlu kita mensupport mereka mengeksplorasi problem yang real dan juga mengekplorasikan pertanyaan-pertanyaannya.

 3.  MEMASTIKAN SISWA MENCIPTAKAN PRODUK OTENTIK

Saat siswa melakukan praktek otentik sebagai scientist, mereka menghasilkan investigasi science yang otentik dengan temuan2 scientific yang real.

Sebagai seorang photojurnalist, siswa dapat menghasilkan essay photo yang diambilnya dan mengandung pesan yang kompleks

Sebagai aktifis politik, siswa dapat menghasilkan proposal kebijakan yang real diperuntukkan pemerintahan mereka

Semua aktifitas di atas menggunakan PBL yang memberdayakan siswa untuk merancang, membuat dan memproduksi suatu produk otentik sebagai pengembangan pengetahuan dan keterampilan mereka

 4.     MENGUPAYAKAN AGAR SISWA DAPAT TERLIBAT/TERHUBUNG PENUH PADA PROJECT YANG DIBUAT

 Melalui PBL keterhubungan siswa secara personal dengan project yang sedang dilakukan sangat berpeluang. PBL dapat menciptakan kesempatan untuk hal tersebut melalui kegiatan eksplorasi maupun membuat pertanyaan-pertanyaan yang esensial. PBL memiliki potensi untuk memungkinkan siswa membawa diri mereka sepenuhnya ke pekerjaan mereka. Project dapat menciptakan peluang eksplisit bagi siswa untuk memanfaatkan pengalaman, perspektif dan nilai-nilai yang mereka miliki

Bagaimana caranya? Kita minta siswa memilih topik tertentu untuk dieksplorasi, atau memilih produk untuk dibuat. Mereka akan mengeluarkan pengetahuan, keyakinan dan nilai-nilai yang mereka miliki pada penyelesaian masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang mereka buat atas dasar kebutuhan atau bahkan menjadi minat mereka. Misalnya pada mata pelajaran Bahasa Inggris, siswa dapat menghasilkan sebuah karya tulis yang diilhami oleh pengalaman dan minat mereka sendiri.

 5.     MEMPROMOSIKAN IMPAK PADA AUDIENCE OTENTIK

 Biasanya impak dari kegiatan di kelas ada pada guru, yaiu feedback serta nilai dari guru. Pada kelas yang di drive dengan PBL, maka siswa dapat menciptakan produk yang mempunyai impak yang real dalam real komunitas.

Misalnya pada kegiatan eksplorasi peran otentik sebagai statisticians, siswa dapat melakukan analisis statistik menggunakan data yang real dan mengkonstruk argumen matematis yang dapat mereka presentasikan ke Pemilik Sekolah dalam rangka advokasi permasalahan yang mereka amati di sekolahnya.

Contoh lainnya bisa mempunyai peran literacy kritikus, siswa dapat mempublish majalah literasi dan mendistribusikannya ke semua anggota dari komunitas lokal mereka, atau komunitas yang lebih global lagi (komunitas penulis atau kritikus)

 6.     KLARIFIKASI ELEMENT PROJECTMU

a.     Question/Problem : siswa bereksplorasi

b.     Role : mereka memilih peran

c.     Personal Connection : mereka membuat koneksi personal

d.     Product : mereka bekerja menghasilkan produk

e.     Audience and Impact : dalam rangka memberikan layanan untuk audience yang berimpak

f.      Project Learning Goals : mereka mencapai tujuan project dengan mengalami hal di atas.

Berdasarkan element diatas, maka guru dapat menilai seberapa baik keterlibatan mereka dalam project tersebut, seberapa selarasnya tujuan project dengan pertanyaan yang dieksplorasi mereka, dengan peran yang mereka pilih, dan produk yang mereka hasilkan.

Misalnya : Siswa mengambil peran sebagai scientist, apakah mereka terlibat dengan pertanyaan yang akan diekplorasi secara otentik, apakah benar-benar menghasilkan sesuatu produk keilmuan? Apakah mereka membangun pengetahuan dan mengembangkan keterampilan yang bermanfaat dan bermakna di bidang sains, dalam konteks kehidupan mereka dan komunitas mereka?

 Referensi : https://www.edutopia.org/article/6-ways-guide-students-more-authentic-work-pbl


INSIGHT  TERHADAP ARTIKEL  INI :

Inspirasi bagi kita bagaimana kita bisa menerapkan Project Based Learning dalam pembelajaran kita di kelas. 

Dari artikel ini kita jadi memahami PBL itu mesti dilakukan secara otentik seperti yang dituliskan pada point 5 di atas