Jumat, 07 Januari 2022

6 CARA MEMBIMBING SISWA MENGERJAKAN KEGIATAN YANG LEBIH OTENTIK DALAM PBL

 Tulisan ini terjemahan dari artikel EDUTOPIA tentang PBL (PROJECT BASED LEARNING)


1.     BERIKAN SISWA  OTENTIK PERAN DALAM KEGIATAN

Siswa didorong untuk melakukan kegiatan dalam peran tertentu. Misalnya membuat prediksi (perkiraan/hipotesa), melakukan pengamatan dalam peran sebagai scientist. Menganalisa sumber-sumber sejarah secara kritis dalam peran sebagai seorang sejarawan. Menciptakan model matematika untuk membuat prediksi  dalam peran sebagai mathematician. Sebagai jurnalist yang bertugas menginvestigasi untuk mengidentifikasi suatu peristiwa dan mengkomunikasikannya menjadi berita. Seorang guru membantu siswanya memberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya mereka mempraktekkan peran-peran yang nyata dan bermakna. Pilih peran dan pilih kegiatan yang otentik.

 2. MEMPROMOSIKAN KEGIATAN EKSPLORASI PROBLEM DAN PERTANYAAN-PERTANYAAN

PBL didrive dari problem yang kompleks, problem yang membingungkan, pertanyaan-pertanyaan yang mendrive, atau puzzle-puzzle yang menarik menggambarkan suatu permasalahan. Saat menyajikan kegiatan dengan otentik peran sebagai  Historian, siswa diajak mengeksplorasi dengan pertanyaan yang mendrive apa yang sebenarnya terjadi pada masa lalu. Misalnya siswa dapat mencari tahu dari sumber-sumber yang dapat dipercaya apa peristiwa yang terjadi di Indonesia di Tahun 1964.

Saat menyajikan kegiatan dengan otentik peran sebagai Insinyur, siswa dapat mengeksplorasi problem bagaimana mendesain sebuah produk yang pas menjawab sebuah kebutuhan, seperti kebutuhan akan sebuah masalah bagaimana menciptakan tempat sampah kompos untuk menangani pembuangan sampah organik di sekolah.

Maka jika kita inginkan anak terlibat penuh pada kerja yang real,  hendaknya perlu kita mensupport mereka mengeksplorasi problem yang real dan juga mengekplorasikan pertanyaan-pertanyaannya.

 3.  MEMASTIKAN SISWA MENCIPTAKAN PRODUK OTENTIK

Saat siswa melakukan praktek otentik sebagai scientist, mereka menghasilkan investigasi science yang otentik dengan temuan2 scientific yang real.

Sebagai seorang photojurnalist, siswa dapat menghasilkan essay photo yang diambilnya dan mengandung pesan yang kompleks

Sebagai aktifis politik, siswa dapat menghasilkan proposal kebijakan yang real diperuntukkan pemerintahan mereka

Semua aktifitas di atas menggunakan PBL yang memberdayakan siswa untuk merancang, membuat dan memproduksi suatu produk otentik sebagai pengembangan pengetahuan dan keterampilan mereka

 4.     MENGUPAYAKAN AGAR SISWA DAPAT TERLIBAT/TERHUBUNG PENUH PADA PROJECT YANG DIBUAT

 Melalui PBL keterhubungan siswa secara personal dengan project yang sedang dilakukan sangat berpeluang. PBL dapat menciptakan kesempatan untuk hal tersebut melalui kegiatan eksplorasi maupun membuat pertanyaan-pertanyaan yang esensial. PBL memiliki potensi untuk memungkinkan siswa membawa diri mereka sepenuhnya ke pekerjaan mereka. Project dapat menciptakan peluang eksplisit bagi siswa untuk memanfaatkan pengalaman, perspektif dan nilai-nilai yang mereka miliki

Bagaimana caranya? Kita minta siswa memilih topik tertentu untuk dieksplorasi, atau memilih produk untuk dibuat. Mereka akan mengeluarkan pengetahuan, keyakinan dan nilai-nilai yang mereka miliki pada penyelesaian masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang mereka buat atas dasar kebutuhan atau bahkan menjadi minat mereka. Misalnya pada mata pelajaran Bahasa Inggris, siswa dapat menghasilkan sebuah karya tulis yang diilhami oleh pengalaman dan minat mereka sendiri.

 5.     MEMPROMOSIKAN IMPAK PADA AUDIENCE OTENTIK

 Biasanya impak dari kegiatan di kelas ada pada guru, yaiu feedback serta nilai dari guru. Pada kelas yang di drive dengan PBL, maka siswa dapat menciptakan produk yang mempunyai impak yang real dalam real komunitas.

Misalnya pada kegiatan eksplorasi peran otentik sebagai statisticians, siswa dapat melakukan analisis statistik menggunakan data yang real dan mengkonstruk argumen matematis yang dapat mereka presentasikan ke Pemilik Sekolah dalam rangka advokasi permasalahan yang mereka amati di sekolahnya.

Contoh lainnya bisa mempunyai peran literacy kritikus, siswa dapat mempublish majalah literasi dan mendistribusikannya ke semua anggota dari komunitas lokal mereka, atau komunitas yang lebih global lagi (komunitas penulis atau kritikus)

 6.     KLARIFIKASI ELEMENT PROJECTMU

a.     Question/Problem : siswa bereksplorasi

b.     Role : mereka memilih peran

c.     Personal Connection : mereka membuat koneksi personal

d.     Product : mereka bekerja menghasilkan produk

e.     Audience and Impact : dalam rangka memberikan layanan untuk audience yang berimpak

f.      Project Learning Goals : mereka mencapai tujuan project dengan mengalami hal di atas.

Berdasarkan element diatas, maka guru dapat menilai seberapa baik keterlibatan mereka dalam project tersebut, seberapa selarasnya tujuan project dengan pertanyaan yang dieksplorasi mereka, dengan peran yang mereka pilih, dan produk yang mereka hasilkan.

Misalnya : Siswa mengambil peran sebagai scientist, apakah mereka terlibat dengan pertanyaan yang akan diekplorasi secara otentik, apakah benar-benar menghasilkan sesuatu produk keilmuan? Apakah mereka membangun pengetahuan dan mengembangkan keterampilan yang bermanfaat dan bermakna di bidang sains, dalam konteks kehidupan mereka dan komunitas mereka?

 Referensi : https://www.edutopia.org/article/6-ways-guide-students-more-authentic-work-pbl


INSIGHT  TERHADAP ARTIKEL  INI :

Inspirasi bagi kita bagaimana kita bisa menerapkan Project Based Learning dalam pembelajaran kita di kelas. 

Dari artikel ini kita jadi memahami PBL itu mesti dilakukan secara otentik seperti yang dituliskan pada point 5 di atas


Senin, 11 Oktober 2021

Mengajar dengan Cooperative Learning, Pentingkah?

 


Di sebuah sekolah seorang guru sedang mengajar pelajaran Fisika kepada anak-anaknya di kelas 8 SMP. Di dalam kelas ada anak yang hadir di kelas dan ada yang hadir secara online, guru melakukan pembelajaran secara hybrid. Ini sesuai dengan kebijakan pemerintah mengingat situasi masih PPKM karena pandemi covid 19.

Kegiatan awal digunakan untuk mengabsen anak-anak satu per satu. Guru berkenalan dengan anak karena ini pertemuan pertamanya di kelas tersebut. Setelah itu guru melakukan tanya jawab materi fisika tentang Gerak dan konsep lainnya pada materi ini, diantaranya tentang GLB, GLBB, Titik Acuan, Jarak dan Perpindahan. Beberapa siswa menjawab secara spontan dan yang lain menjawab setelah dipanggil namanya. Guru membagi perhatian antara yang di kelas dan di rumah dengan adil. Di dalam penjelasan guru tersebut disertai dengan penyajian gambar yang menunjukkan tentang konsep gerak, jarak, dan perpindahan. Juga disajikan contoh-contoh soal tentang konsep tersebut. Setelah kegiatan berjalan 1 jam (60 menit) guru menutup kegiatan pembelajarannya di kelas.

Pertanyaannya : 1. bagaimana keterlibatan anak pada kegiatan di atas? Manakah yang lebih aktif? Guru atau anak ?


Melihat gambaran cerita di atas maka terlihat keaktifan anak belum optimal, guru baru menjadikan anak sebagai obyek dari pembelajarannya, guru masih menggunakan teacher centered approach. Pembelajaran seperti ini secara umum masih ditemukan di kelas-kelas, dan menyebabkan anak kurang keterlibatannya pada pembelajaran yang mereka dapat di sekolah. Pembelajaran akan efektif saat guru menggunakan student centered approach. Pembelajaran yang melibatkan anak secara aktif pada kegiatan yang disajikan guru di kelas. Anak sebagai subyek pembelajarannya. Salah satu strateginya melalui cooperative learning strategy.

Cooperative Learning, sometimes called small-group learning, is an instructional strategy in which small groups of students work together on a common task (https://www.teachervision.com/professional-development/cooperative-learning)

Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran kelompok. Anak mengerjakan tugas secara bersama-sama dalam satu kelompok kecil. Contoh metode pada cooperative learning strategy diantaranya number head together, zigsaw, think pair share, turn and talk, discussion, dan masih banyak lagi.
Bagaimana cooperative learning dipraktekkan pada pembelajaran? Esensinya cooperative learning dipraktekkan dengan membagi anak dalam beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas bersama-sama. Mereka saling berdiskusi di dalam kelompok mereka. Masing-masing anggota didorong untuk berpikir menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Mereka saling bertukar pikiran pemahaman mereka terhadap materi yang diberikan. Menganalisis permasalahan, mengeneralisasikan dan memberikan keputusan secara bersama tentang materi yang sedang dipelajari. Tugas yang diberikan dapat berupa pertanyaan singkat untuk menguji pemahaman anak baik di awal atau di akhir, maupun berupa perintah penyelesaian masalah yang lebih kompleks dalam proses penanaman pemahaman anak yang lebih dalam terhadap sebuah materi.

Apa manfaatnya pembelajaran cooperative learning untuk anak sebagai pembelajar?
1. menjadikan anak lebih bertanggungjawab dan rasa memiliki terhadap pembelajaran yang sedang dilakukannya,
2. menjadikan anak lebih aktif interaktif dengan kawannya didalam kelompoknya, 3.menjadikan anak lebih terlatih keterampilan berpikirnya, dengan melakukan diskusi dan saling berbagi pendapat untuk menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya,
4. dapat meningkatkan student achievement, self esteem, meta cognitive, kecerdasan emosi (psychological health),
5. Melatih keterampilan kolaborasi dan komunikasi yang sangat diperlukan anak di masa depannya

The authors of Classroom Instruction that Works cite research showing that organizing students in cooperative learning groups can lead to a gain as high as 28 percentiles in measured student achievement (Marzano, Pickering, and Pollock 2001).(https://www.teachervision.com/professional-development/cooperative-learning)
Other researchers report that cooperation typically results in higher group and individual achievement, healthier relationships with peers, more metacognition, and greater psychological health and self-esteem (Johnson and Johnson 1989). (https://www.teachervision.com/professional-development/cooperative-learning)

Bagaimana kegiatan guru di atas? Dapatkah disajikan dengan Cooperative Learning?

Pembukaan : (1) Berikan penjelasan pada anak apa tujuan kita belajar tentang Materi Gerak, meliputi konsep-konsep apa saja, apa contoh penyelesaian masalah sehari-hari yang ditemukan sehingga anak perlu belajar tentang materi ini. Apa profesi yang berhubungan dengan aplikasi ilmu tentang materi Gerak dan konsep-konsep lainnya. (2) Ajak anak berdiskusi ilmu apa yang sebelumnya berhubungan dengan konsep Gerak ini? Galilah pemahaman mereka tentang konsep tersebut.

Kegiatan inti : Bagi anak beberapa kelompok. Tentukan metode yang akan digunakan (think pair share, turn and talk, zigsaw, dst). Berikan tugas sesuai dengan metode yang digunakan tersebut. Salah satunya dapat menyelesaikan tugas berdiskusi tentang pertanyaan yang guru berikan, atau dapat diberikan sebuah percobaan dengan berbagai benda. Mereka diminta temukan dan memberikan kesimpulan tentang gerak dan konsep yang meliputinya. Setelah nya berikan contoh soal penyelesaian masalah pada materi ini. Berikan waktu mereka mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

Penutup : melakukan refleksi, sejauh mana keterlibatan mereka pada pembelajarannya, sejauh mana pemahaman yang mereka dapati dan berikan reviewnya, atau tugas homework mengerjakan soal penyelesaian masalah sebanyak 5 soal, dan menjadi ticket masuk kelas pertemuan berikutnya.

Pembelajaran dengan cooperative learning sangat penting menjadi perhatian guru. Usahakan setiap pembelajaran yang dilakukan di kelasnya dilakukan dengan strategi ini. Ini sangat penting dilakukan karena anak makhluk sosial yang membutuhkan mereka berinteraksi dengan sesamanya, dan mengingat anak belajar dengan cara mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian akan tercipta pengalaman belajar yang menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan student achievement (prestasi belajar) mereka.

Minggu, 19 September 2021

Melatih Kreativitas Melalui De Bono Six Thinking Hats dan Permainan Lego (Lego Serious Play)



1. DE BONO SIX THINKING HATS

De Bono SIx Thinking Hats merupakan sebuah teknik penyelesaian masalah dari Edward De Bono. Kegiatan diskusi dengan menggunakan De Bono SIx thinking hat membantu kita dalam menyelesaikan masalah dan  pengambilan keputusan yang efektif. 

De Bono SIx Thinking Hats mengenalkan 6 tahap berpikir menggunakan 6 topi :

  1. topi putih

  2. topi merah

  3. topi kuning

  4. topi hitam

  5. topi biru

  6. topi hijau

Tahapan kegiatan :

  1. Gunakan topi putih untuk mengumpulkan informasi dan data yang diperlukan.
  2. Gunakan topi merah melambangkan perasaan dan pendapat subjektif.
  3. Gunakan topi kuning untuk melihat sisi positif dari setiap ide dalam penyelesaian masalah yang muncul.
  4. Gunakan topi hitam untuk melihat sisi negatif dari setiap ide dalam penyelesaian masalah yang muncul.
  5. Gunakan topi biru untuk mengontrol pemikiran dan ide-ide yang muncul setiap topi sehingga dapat diambil keputusan untuk penyelesaian masalah yang sedang dilakukan.
  6. Gunakan topi hijau untuk mengembangkan sebuah keputusan yang diambil agar dapat dijalankan dengan baik. 

Kegiatan diskusi dengan De Bono Six Thinking Hats dapat dijalankan melalui strategi pembelajaran problem based learning. 

Anak juga bisa dilatih di rumah untuk menyelesaikan masalah yang sangat diperlukan mereka dalam mengambil keputusan yang tepat. Misalnya saat bagaimana menyelesaikan masalah pergaulan mereka dengan kawan-kawannya. Biasanya anak remaja sering menghadapi masalah tersebut. Agar mereka bisa berpikir objektif dan adil dalam mengambil keputusan maka latihlah mereka dengan langkah kegiatan di atas. 

2. LEGO SERIOUS PLAY

Tentu kita pernah bermain dengan LEGO, membangun sebuah bentuk bermacam-macamdengan menyambung piece of LEGO.Bermain dengan LEGO menarik bagi banyak orang dari semua rentang usia,latar belakang pendidikan atau sosial.Bermain dengan LEGO memerlukan ketekunan dan ternyata ini melatih kreatifitas.Bermain dengan LEGO melatih lahirnya ide-ide kreatif yang dilakukan oleh tangan kitamembantu dan membangun sebuah ide menjadi nyata. 

Tahapan bermain dengan LEGO :

  • Berikan pertanyaan yang berhubungan dengan tema yang dekat pada anak.
  • Misalnya tema transportasi. “Kalau kalian nanti menjadi pilot, pesawat yang seperti apa yang ingin kalian terbangkan?” 
  • Biarkan anak berimajinasi dengan diberikan berbagai gambar pesawat. Mereka mengamati  gambar tersebut dan mulai berpikir. 
  • Mereka akan menjawab dengan berbagai ide yang mereka pikirkan. 
  • Berikan lego dengan berbagai ukuran dan sesuaikan yang disesuaikan dengan usia mereka.
  • Biarkan mereka membangun pesawat hasil imajinasi mereka 
  • Minta mereka untuk menceritakan pesawat yang telah mereka bentuk
  • Ajak mereka mengeksplorasikan hasil kreasinya. 
  • Berikan refleksi di akhir kegiatan atas hasil yang telah mereka buat. 

Konsep apa saja yang bisa anak praktekan dalam bermain lego ?

  1. Bangun ruang

  2. Besar kecil

  3. Perbandingan 

  4. Kesimbangan

  5. Gerak 

  6. Kesehatan

  7. Fauna

  8. Flora

  9. Antariksa 

  10. dan lain-lain

Semua konsep bisa dipraktekkan dalam bermain LEGO, karena semua bentuk dapat diciptakanpada permainan LEGO. 

Saat ini LEGO SERIOUS PLAY menjadi sebuah metode yang digunakan banyak perusahaan untuk mengembangkan kreativitas dan problem solving. 


Minggu, 01 Agustus 2021

Station Rotation Pada Blended Learning.

 

Apa yang dimaksud dengan Blended Learning (BL)?

Blended instruction is what the teacher does with technology. Blended learning is where students use tech to have control over path, place, and pace.

BL adalah pembelajaran berbasis teknologi. Siswa dapat menjalani proses belajarnya dengan menggunakan teknologi, dan mereka dapat mengontrol jalan (path), tempat (place) dan tempo (pace) mereka dalam belajar.


 

Gambar 1 di atas menjelaskan bahwa di dalam pembelajaran model blended learning ada 4 elemen yang harus diperhatikan yaitu (1) Targeted Instruction, (2) Collaborative Experience, (3) Independent Work, (4) Adaptive tools. Gambar 2 menjelaskan bahwa elemen inti dari Personalized Learning ada 4 yaitu (1) Targeted Instruction, (2) Data Driven Decisions, (3) Student Reflection and Ownership, (4) Flexible Content and Tools. Kedua gambar ini saling berhubungan.

Personalized learning is all about one thing: transforming classroom instruction by tailoring tasks, instruction, and assessment to meet each student’s needs and abilities.

Personalized Learning (PL) menunjukkan bahwa transformasi pembelajaran kelas yang  disetting berdasarkan kemampuan dan kebutuhan anak mulai dari kegiatan pembelajarannya, tugas-tugas dan penilaian. 

Yang dimaksud targeted instruction pada PL  yaitu kegiatan pembelajaran selaras dengan kebutuhan anak dan tujuan pembelajaran. Pembagian kelompok dan kegiatan pembelajaran yang digunakan, disusun berdasarkan  data yang sudah diambil ( profiling anak). Student reflection  terus dilakukan pada PL. Anak didorong untuk merefleksikan pengalaman belajarnya. Dengan kegiatan refleksi ini akan membuat kepemilikian anak terhadap kegiatan belajarnya. Flexible content and Tool elemen terakhir dari PL, yaitu material (digital tool atau non digital tool) mensupport pemahaman konten yang digunakan mengakomodir terbukanya path (jalan), pace (tempo), dan kinerja anak dalam melakukan tugas-tugasnya.

Elemen PL di atas juga bagian dari pelaksanaan BL, yang didalamnya mensyaratkan adanya targeted intruction and adaptive tool (= flexible content and tools). Selain itu BL mendorong adanya collaborative experience yaitu pengalaman belajar dengan berkolaborasi dalam kelompok, dan independent work yaitu anak melakukan tugas individu  secara mandiri. Dengan demikian maka BL merupakan bagian dari pelaksanaan PL.

Bagaimana Station Rotation  (SR) diimplementasikan dalam Blended Learning (BL)

Salah satu strategi menjalankan BL adalah station rotation. Station dapat diartikan juga dengan center. Pada strategi ini anak dibagi beberapa kelompok kemudian dirotasi untuk melakukan kegiatan di setiap station (center), dengan durasi yang telah ditentukan. Pembagian kelompok anak berdasarkan profiling anak (sesuai kebutuhannya (need),  kemampuannya (abilities), learning style, atau  Multiple Intelligences).  

Kegiatan berlangsung sesuai waktu yang tersedia dan dibagi menjadi 5 kegiatan dalam 5 station. Diawali dengan mini lesson atau kegiatan opening menjadi  kegiatan pertama. Kegiatan ini berlangsung hanya 10 menit*, guru menjelaskan materi yang akan dipelajari hari itu, membuat koneksi dengan prior knowledge anak (making connection) kemudian guru menjelaskan tentang point pembelajaran hari itu. Guru dapat memberikan 1 pertanyaan yang menjadi point dalam pembelajarannya. Guru menjelaskan kegiatan-kegiatan  station dan mengingatkan aturan-aturan yang telah disepakati.

Kemudian kegiatan ke-2, 3 dan 4 adalah kegiatan anak di masing-masing station. Setiap anak bergantian mengikuti kegiatan di setiap station dalam waktu yang telah ditentukan. Misalnya (30 menit : 3 station = @ 10 menit) . Banyaknya station dapat terdiri atas 3 atau 4 station (TK atau SD) dan 2-3 (untuk SMP-SMA).

Station 1/teacher station : Targeted instruction. Guru berada pada station ini untuk memberikan penjelasan tentang materi yang sedang dipelajari. Guru bisa memberikan pembimbingan khusus untuk anak yang memerlukan. Kegiatan dapat berbentuk kegiatan  drawing picture in a piece of paper, show and tell,  tentang materi yang akan dipelajari.

 Station 2/ asychronous task station : Personalized or adaptive learning. Anak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan melalui digital tools. Anak dapat melakukan research tentang materi yang belum diketahuinya, menganalisa, mengevaluasi dan memberikan sintesa mereka. Anak dapat mengerjakan problem solving sheet yang telah diupload guru pada platform yang digunakan. Anak dapat menonton video yang relevan dengan materi yang telah disediakan guru.

 Station 3/ hand on station : independent or colaborative work. Anak dapat mengerjakan eksperimen atau memanipulasi  material yang telah disediakan guru untuk mengeksplorasi pemahamannya terhadap materi yang sedang dipelajarinya. Anak dapat berdiskusi dalam kelompok melalui metode think-pair-share atau turn and talk tentang apa yang telah mereka pahami.

Terakhir, kegiatan ke 5 adalah kegiatan closure (penutup). Guru dapat memberikan formative asesment, apakah anak sudah mencapai tujuan pembelajaran hari itu. Guru bisa melakukannya secara singkat dan klasikal, menggunakan digital tools yang dikuasai. Anak dapat merefkesikan pengalaman belajarnya hari itu. What I have learned, What I want to know much better, What I can do for understanding this content better. Guru bisa memfasilitasi mereka melakukan refleksi dengan digital tools yang dikuasai (padlet, wakelet, dll)

 Semua kegiatan pada strategi SR dapat dilakukan secara online dan offline. Anak  ada yang di rumah dan  ada yang di sekolah.

Manfaat penggunakan startegi SR ini diantaranya mendorong terlatihnya keterampilan Self Regulation (kedisiplinan) dan Time management (Manajemen waktu)  pada diri anak. Jika SR ini dapat berjalan secara efektif. Nah..bagaimana agar SR berjalan dengan efektif yaitu kuncinya ada pada penyusunan lesson plan yang integral dan fokus pada need and abilities anak yang  sesuai dengan tujuan pembelajarannya.

 

Referensi :

https://esheninger.blogspot.com/2021/07/blending-with-station-rotation-model.html

https://www.edelements.com/personalized-learning

https://twowritingteachers.org/2014/08/14/how-to-plan-a-minilesson-from-scratch/

https://www.youtube.com/watch?v=9zCoYtvxut8

 

Sabtu, 10 Juli 2021

EQUITY PADA PEMBELAJARAN

 


Definisi “Equity” menurut Webster’s New Collegiate Dictionary adalah ‘ Suatu keadilan (justice) berdasarkan hukum alam asasi manusia serta bebas dari bias dan ‘favoritism’. Definisi “Equity” menurut American Heritage Dictionary adalah: Kondisi/keadaan yang adil, tidak parsial, dan fair. Pada kamus besar salah satunya bermakna berarti ketakberpihakan, adil, tak berat sebelah.

Hal yang menunjukkan equity pada pembelajaran ditunjukkan pada  bahwa pendidik mengakomodir semua gaya belajar anak (visual, auditori dan kinestetik) dan multiple intelegences mereka.

Apa strateginya?

a.       Station rotation : Rotasi kegiatan dalam durasi tertentu yang tediri atas :

§  Kegiatan Klasikal yang dapat dilakukan melalui direct teaching (mini lesson)

§  Rotasi Kegiatan : anak dibagi beberapa kelompok dan melakukan kegiatan sesuai dengan kebutuhan  (need) mereka yang telah dipetakan terlebih dahulu oleh pendidik.

§  Rotasi kegiatan disediakan untuk anak berdasarkan tujuan pembelajaran dalam kurikulum, bisa meliputi kegiatan mandiri per anak  (independet working), kegiatan kolaboratif (tugas kelompok), penggunaan teknologi dalam pembelajaran adaptif (adaptive learning tools)

§  Kegiatan di set sesuai waktu yang tersedia yang ditentukan menyesuaikan dengan obejective pembelajarannya.

§  Contoh seperti gambar di bawah ini :


a.       Choice board memberikan kepada anak kebebasan memilih kegiatan yang menarik mereka (interest) dan mereka dapat lakukan di kelas atau di rumah (at distance). Tic Tac Toe merupakan choice board yang dapat digunakan. Dengan Choice board anak jadi pemilik dari pembelajarannya dan mengakomodir perbedaan sehingga kesetaraan dalam penmbelajaran dapat terlihat, tentunya juga choice board ini memberikan flesibelitas selama anak melakukan home learning.

Guru dapat memberikan scaffolded (bimbingan lebih untuk membantu anak mencapai kompetensi yang akan dicapai) jika ditemui ada anak yang membutuhkannya.

b.      Playlist yang dibuat berisikan kegiatan-kegiatan yang akan diselesaikan anak  dalam format tersebut. Kolom Activity  kolom DIrection (perintah) Kolom notes kolom tanggal penyelesaian. Seperti contoh di bawah ini :

 Dystopian Literature Book Club Playlist: This playlist is designed to help guide you and your group as you read your chosen Dystopian Literature novel.  Although there are some strict deadlines, it allows your group to move at your own pace and focus on what you, as a group, find interesting and important.    Follow the directions for each activity and let’s start this journey together!  See the book choices here.  

 Important dates to Remember:

Group Project Check-in Due:  One week before the project is due

Final Group E-Book Project must be submitted by:

Guru berkreatifitas menentukan kegiatan dan resources-resource yang relevan  dengan tujuan pembelajarannya. Play list semacam tugas anak dalam bentuk digital  chart agar anak dapat mengerjakannya sesuai dengan kecepatannya dan ini merupakan bentuk equity dalam pemebalajaran.

a.   Flipped Lesson model, guru memberikan video pembelajaran singkat yang membahas tentang konsep yang dipelajari anak, termasuk di dalamnya video materi, video kuis, video model penyelesaian, praktik terbimbing atau mandiri. Kemudian di kelas guru memberikan bimbingan bagi anak yang membutuhkan.

Setelah strategi di atas dilaksanakan, guru perlu memberikan tes formatif untuk memastikan penguasaan anak terhadap pencapaian tujuan pembelajarannya. Agar lebih mencerminkan equity maka semua ini dapat di akses anak baik di kelas maupun di rumah. Path of equity (Lajur kesetaraan)  pada pembelajaran dimulai dan diakhiri dengan bagaimana anak menggunakan waktunya mengerjakan kegiatan sesuai dengan need (kebutuhan) dan minat (ketertarikan) mereka yang allign (sesuai) dengan tujuan pembelajaran dalam kurikulum yang menjadi tanggung jawab pendidik menfasilitasi mereka untuk mencapainya.

 

Referensi : 

http://esheninger.blogspot.com/2021/06/a-path-to-equity.html

https://www.cultofpedagogy.com/student-playlists-differentiation/


Kamis, 08 Juli 2021

KENALI ANAK DAN TUMBUH KEMBANGNYA

 


Anak adalah anugrah terindah yang diberikan Allah swt kepada kita orang tua (pendidik), Dititipkan ALlah swt kepada kita pendidikan mereka agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Semua potensi fisik, akal dan ruh yang dimilikinya dapat berguna untuk mereka melewati masa-masa kehidupannya. Sehingga amat pentinglah bagi kita sebagai orang tua (pendidik) memahami aspek-aspek tumbuh kembangnya, sehingga menjadi bekal kita berinteraksi dengan mereka memberikan stimulasi atau intervensi yang tepat untuk mereka tumbuh dan berkembang dengan optimal. Yuk .. kita dalami dan kenali.

Anak baru lahir sampai usia 2 tahun dinamakan masa bayi, disebut newborn untuk usia 0–3 bulan. Masa bayi ini adalah fase anak mendapatkan kasih sayang dari orang tua yang masuk melalui pancaindera bayi mulai senyuman, sentuhan, pelukan, pandangan yang menyejukan, dan perkataan yang lembut dari orang tuanya. Pada usia-usia ini diberikan stimulasi-stimulasi melalui pancaindera tersebut sehingga akan terlihat respon mereka. Dengan sentuhan apakah anak merespon, misalnya saat disentuh pipi seorang anak newborn, maka akan merespon menoleh ke arah datangnya sentuhan. Saat mainan yang menimbulkan bunyi digoyangkan dan muncul suara-suara di dekat mereka, maka akan merespon melihat dari mana datangnya suara tersebut. Berikan senyuman saat bermain dengan mereka, perhatikanlah respon yang mereka berikan. Ada yang merespon tertawa saat kita ajak bercanda, ada yang diam dan ada yang hanya tersenyum. Berikan pelukan di dalam keseharian mereka, saat bangun tidur, saat selesai mandi, saat selesai melakukan suatu yang terpuji, dan saat lainnya yang kita ciptakan untuk menunjukan kasih sayang dari kita, ayah bundanya. Ajarkan kepada mereka mengenali emosi yang sedang mereka alami. Saat mereka berteriak kemudian menangis, maka namakan perasaannya kemudian kenali penyebabnya dan beritahu cara mengatasinya. Peluk kembali mereka dan tatap dengan pandangan yang menyejukkan, ucapkan dengan perkataan yang lembut kepada mereka sehingga mereka tahu bahwa ayah bundanya menyanyangi mereka. Anak yang tumbuh dengan kasih sayang, sesungguhnya kita sedang membantu mereka mencapai tumbuh kembangnya sesuai usia mereka. Kasih sayang ini terus ditunjukkan oleh orang tua (ayah bunda atau guru sebagai pendidik) sampai mereka usia dewasa sangat penting. Dorothy Low Nolte menyebutkan bahwa anak yang dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan cinta dapam kehidupannya.

Piaget menyebutkan tumbuh kembang anak 0–2 tahun pada aspek perkembangan kognitif masuk di tahap perkembangan sensorimotor. Yaitu perkembangan kognitif anak yang dikonstruk atau dibangun berdasarkan adanya interaksi antara lingkungan dengan anak melalui indra maupun fisik anak. Anak berkembang aspek kognitifnya melalui indra melihat, mendengar, menyentuh, bergerak sehingga kemampuannya semakin bertambah sesuai usianya.

Apa sajakah aspek tumbuh kembang masa bayi ini? Mari kita cek beberapa kemampuan yang dicapai anak memasuki usia 2 tahun awal. Sudahkah mereka memiliki kemampuan ini pada setiap aspek perkembangan mereka?

A. Aspek Perkembangan Fisik yaitu (1) dapat berjalan, memanjat dan berlari, (2) dapat berjalan di papan titian, (3) mampu menari mengikuti musik, (4) mampu menendang dan melempar bola, (5) mampu makan sendiri, (6) mampu berjalan cepat, (7) mampu mencorat-coret dengan krayon atau pensil, (8) mampu membolak-balik halaman buku 2–3 halaman dalam sekali waktu, (9) mampu menggelindingkan bola besar dengan tangannya, (10) mampu memegang sesuatu dengan kuat, (11) mampu minum dengan gelas, (12) mencoba menggunakan sendok saat makan,(13) mengambil sesuatu dengan berjongkok, (14) jika sedang terburu-buru, akan beralih dari berjalan ke merangkak

B. Aspek Perkembangan Sosial, yaitu (1) mulai mau bekerjasama saat bermain, (2) bermain paralel (bermain sendiri-sendiri walau dalam satu kelompok), (3) mampu menunjukkan rasa ingin tahu dan semangat saat bersama-sama walau masih tergantung dengan orang dewasa yang menjaganya

C. Aspek Perkembangan Emosi, yaitu (1) masih suka menangis saat berpisah dengan orang yang dekat dengannya, (2) saat marah dan takut sesuatu, masih mencari orang yang dapat memberinya kenyamanan, (3) saat bertemu dengan orang yang tidak dikenalnya, masih melihat tanda dari orang yang dekat dengannya, (4) masih suka kehilangan kendali saat lelah atau frustasi, (5) mampu menunjukkan sikap empati dengan suara atau menepuk-nepuk, dan dengan berbagi sesuatu

D. Aspek Perkembangan Kognitif, yaitu (1)mengulang-ulang tindakan yang disukainya, (2) mampu menunjukkan benda ketika disebutkan namanya, (3) mengenal beberapa bagian tubuhnya, dan mampu menunjukkannya saat disebutkan, (4) mampu menunjukkan foto dirinya saat diperlihatkan atau saat bercermin, (5) mampu mengetuk-ngetuk lebih dari satu objek, (6) mampu memanipulasi dan mengeksplorasi benda dengan memasukkannya ke mulut, dengan menggerak-gerakannya atau dengan memukul-mukulnya, (7) mampu memilih alat permainan walau masih sering meninggalkannya dan tidak merapikan kembali, (8) mampu menyebut namanya, (9) akan mencari saat mainan kesukaannya tidak ada. Bagaimana kemampuan berbahasanya? Inilah mereka (1) mampu memahami dan mengikuti perintah yang sederhana, (2) mampu mengucapkan nama yang terdiri atas 2 (dua) suku kata, (3) mampu mengucapkan banyak kata, walau baru kata-kata yang menunjukkan nama-nama (benda atau orang), (4) mampu mengucapkan kalimat sederhana, walau hanya terdiri dari 2 kata, (5) mampu meniru ucapan-ucapan yang didengarnya, (6) menyenangi lagu-lagu dan musik,(7) mampu menyanyi walau tidak sempurna.

TIPS UNTUK ORANG TUA (PENDIDIK) :

Setelah orang tua (pendidik) tahu tentang kemampuan anak memasuki usia 2 tahun awal, maka sebaiknya orang tua (pendidik), (1) mengajarkan pada anak nama-nama yang baik dan positif. Seperti menyebutkan namanya dengan jelas, dan merespon perilakunya dengan sebutan ‘pintar, baik, shaleh’ ; ‘anak pintar, anak shaleh (shalehah), anak baik’. Selain itu (2) namakan emosi yang sedang dirasakan yang meliputi emosi sedih, senang, marah, bahagia, kesal, takut, dan seterusnya, agar mereka mengenali emosinya. Saat emosi negatif (sedih, kesal, marah, takut) muncul, maka orang tua (pendidik) segera meresponnya dengan kehangatan sehingga mereka menjadi nyaman kembali karena emosinya diperhatikan dan diakui. (3) Jangan memarahi anak saat mereka meninggalkan mainannya dan tidak merapikan, tapi ingatkan mereka dengan sebuah kebiasaan setelah bermain maka merapikan kembali. Misalnya dengan mengatakan “ hitungan ke 10 waktu bermainnya selesai ya De, kita rapikan kembali setelah itu, OK?” dan lihat respon anak. Saat ia mengiyakan, maka mulailah menghitung. Saat anak masih ingin bermain, maka tunggu sampai ia siap untuk berhenti, dan ulangi lagi mengingatkan mereka dengan hitungan tadi. Saat kita melihat mereka meninggalkan mainannya tanpa merapikan, janganlah kita marah karena memang itulah kemampuan mereka. Teruslah kita mengingatkan mereka sehingga tumbuh kebiasaannya bahwa setelah bermain maka alat-alat mainnya dirapikan dan disimpan kembali ke tempatnya. (4) ajarkan mereka bisa menghafal surat-surat dalam alquran dengan memperdengarkan suara bacaan alquran dari kita orang tuanya atau dari bacaan murattal . Maka saat kemampuan berbicaranya muncul, kata-kata dalam surat alquran yang kita ajarkan akan mudah diucapkan dan dihafal dengan baik karena kata-kata tersebut sudah masuk memory jangka panjangnya. Saat diulangi untuk diucapkan, maka akan cepat dihafal oleh anak kita. (5) berikan waktu membaca buku untuk mereka agar banyak kosa kata yang masuk dalam otak mereka. Sehingga saat kemampuan berbicaranya tiba dimasa-masa 2 sampai 3 tahun akan banyak kalimat yang dihasilkan saat mereka berbicara. Tumbuhkan kepada mereka cinta buku dan cinta alquran.

Selanjutnya anak terus tumbuh seiring waktu kehidupan mereka dan saat masuk usia 2- 7 tahun disebutlah masa anak-anak atau masa thufulah dalam Islam. Perkembangan kognitifnya oleh Piaget dinamakan tahap properasional. Satu fase perkembangan seorang anak pada usia ini dengan ditandai akan kemampuannya menguasai simbol-simbol atau tanda-tanda dan kemampuan intuitif dalam memahami sesuatu yang sifatnya sedikit abstrak. Anak belum bisa memahami konsep angka misalnya dengan hanya menyebutkannya, tapi harus diajarkan dengan material yang konkrit seperti dengan manik-manik. Setelah mereka dapat mengerti kemudian baru dibuat simbol yang merepsentasikan angka tersebut. Nah…dengan memahami konsep tahap praoperasional ini, sebagai pendidik akan tahu pendekatan apa yang tepat diberikan saat membelajarkan mereka tentang konsep baru. Benda-benda kongkrit penting dihadirkan agar mereka dapat memanipulasinya untuk dapat memahami konsep baru tersebut.

Sekarang mari kita cek kemampuan anak pada fase ini meliputi kemampuan apa saja? Untuk anak yang memasuki usia 2–5 tahun, akan terlihat perkembangan kemampuan sebagai berikut :

A. Aspek Perkembangan Fisik, yaitu (1) mampu memakai baju sendiri walau masih harus dibantu, (2) kemampuan berjalan dan melompatnya semakin baik. (3) mampu menaiki anak tangga dengan kaki yang bergantian satu per satu, (4) mampu melompat dengan 1(satu) kaki, (5) mampu melempar bola dengan kuat, (5) bisa mencoba untuk mampu menangkap bola, (6) mampu bermain di sebuah playground dengan lincah, (7) mampu memegang pensil atau krayon dengan ibu jari dan 2( dua) jari lainnya, (8) mampu menggunting kertas dengan gunting secara mandiri, (9) mampu meniru berbagai bentuk dalam gambar, misalnya menggambar lingkaran, (10) mampu ke toilet sendiri, (11) makan sendiri dengan sedikit tumpahan, (12) mau mengikuti toilet training di waktu malam, (12) menyenangi musik sederhana, (13) menyenangi kebiasan-kebiasaan yang rutin (mandi, sikat gigi, cuci tangan, bangun pagi, dst.

B. Aspek Perkembangan Sosial, yaitu (1) menyenangi permainan bersama teman-temannya, (2) ada yang memiliki teman tertentu (kawan mainnya), (3) mampu berbagi, bekerjasama dan menunjukkan keramahan kepada temannya, (4) mampu bermain satu alat permainan, bekerjasama dengan 1(satu) atau 2 (dua) temannya, (5) semakin berkembang kemandirian dan kemampuan sosialnya untuk berinteraksi dengan teman-temannya

C. Aspek Perkembangan Emosi, yaitu (1) mampu menghibur teman yang sedih atau yang terluka, (2) semakin terlihat perilaku yang menunjukkan indentifikasi nya sesuai jenis kelaminnya (perempuan/laki-laki), akan berkelompok dengan teman bermain yang sejenis (3) terkadang menunjukkan agresifitas dalam bermain bersama, (4) senang mendapat pujian dan senang menunjukkan kemampuannya, (5) senang memberikan dan menerima kasih sayang dari orang tuanya

D. Aspek Perkembangan Kognitif, yaitu (1) memahami konsep yang berlawanan (seperti besar dan kecil), dan konsep posisi (seperti awal, tengah, akhir), (2) mampu membangun menggunakan benda-benda seperti puzzle, balok, pasir, tanah liat dan benda cair, (3) mampu membangun menara dengan 8 sampai 10 balok, (4) mampu menjawab pertanyaan sederhana, (5) mampu menghitung 5- 10 benda, (6) mampu menunjukkan rentang perhatian yang lebih lama (15 menit atau lebih), (7) berbicara dengan dirinya sendiri saat bermain permainan dengan alat, (8) mampu mengikuti perintah yang sederhana, (9) mampu mengikuti aturan yang sederhana dan suka menolong, (10) mampu menulis beberapa angka dan huruf, (11) menyukai bermain peran dan memerankan karakter yang bermacam-macam, (12) mampu mengingat pengalaman atau aktifitasnya dengan benar, maka kembangkan dengan ajak anak untuk cerita pengalamannya (13) mampu menghitung benda sesuai dengan angka yang dikenalnya, (14)mampu menceritakan kembali cerita yang baru didengarnya, (15) mampu menyebutkan nama warna-warna sesuai dengan objeknya. Bagaimana dengan kemampuan berbahasanya? Anak yang memasuki usia 2–5 tahun sudah mampu (1) berbicara dengan menggunakan kata-kata yang bervariasi, (2) Banyak bertanya, dan mampu menjawab pertanyaan yang sederhana, (3) Mampu bercerita dan bahkan selalu berbicara seolah tidak bisa dihentikan, (4) mampu berbicara dengan pola yang dilakukan orang dewasa, (5) mengambil bagian dalam percakapan, (6) Senang kelucuan, senang musik, senang cerita, (7) Mampu menunjukkan assertive (ketidaksukaan atau kesukaan) terhadap suatu yang dialaminya

Waktu terus berjalan sampailah mereka usia 5–7/8 tahun (baca : usia 7 akhir dan masa awal usia 8 tahun). Apa sajakah kemajuan dari kemampuan aspek perkembangan mereka?

A. Aspek Perkembangan Fisik, yaitu (1) mampu bergerak dan beraktifitas semakin lincah, dan terkoordinasi gerakannya, (2) mampu bermain semakin sulit tingkatan dan aturannya

B. Aspek Perkembangan Emosi, yaitu (1) semakin menunjukkan kemandirian, (2) membutuhkan perasaan diterima oleh teman-temannya, (3)semakin banyak menggunakan kemampuan berpikirnya, (4) menyukai aktifitas-aktifitas fisik, (5) semakin dapat mengkontrol emosinya kecuali pada situasi tertentu, (6)terkadang muncul kecemasan saat interaksi dengan orang dewasa di sekelilingnya

C. Aspek Perkembangan Sosial, yaitu (1) senang berkelompok dengan seumurannya, (2) mementingkan kepentingan kelompoknya, (3) mulai bergaul dengan lawan jenisnya sesekali

D. Aspek Perkembangan Kognitif, yaitu (1) menunjukkan keterampilan penalaran semakin baik, (2) semakin baik dalam bercakap-cakap, (3) semakin mampu berpikir abstrak ( misalnya berpikir hitung maju dan mundur yaitu mampu menambah dan mengurangi di luar kepalanya, bukan hanya menghitung di atas kertas)

TIPS UNTUK ORANG TUA (PENDIDIK) :

Orang tua (pendidik) dapat mengajarkan kepada anak pada fase ini nilai-nilai islam baik berupa ajaran dalam ibadah dan berperilaku keseharian. Anak ditanamkan keyakinannya akan penciptaNya dengan pengamatan langsung terhadap ciptaanNya bahwa Allah swt yang menciptakan semua yang dilihat dan ditemui dalam aktifitas sehari-hari mereka. Yaitu air, udara, binatang, makanan, tanaman, dan lain-lainnya. Ajarkan mereka berperilaku sesuai dengan nilai-nilai islam. Ajarkan mereka mengerjakan ibadah-ibadah sesuai ajaran islam, yaitu shalat, berpuasa, berinfaq. Kesemuanya dipraktekkan dengan memperhatikan kemampuan-kemampuan di atas.

Contoh mengembangkan kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan sederhana. Bagaimana caranya? Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana dalam mengenal Allah, misalnya siapa yang ciptakan matahari di pagi hari. Siapa yang menurunkan hujan? Mengapa ada siang dan malam? Mengapa turun hujan?

Ajarkan kepada mereka pemahaman akan Allah sebagai Yang Maha pencipta, dan ajak anak untuk mengkisahkannya kembali. Ceritakan peristiwa terjadinya hujan, ajak anak menceritakannya kembali. Kemudian ajarkan anak membaca ayat alqur’an tentang hujan yang Allah turunkan agar tumbuh tanaman, dengan tanaman itu kita makan buahnya, sayurannya. Itulah rizqi yang Allah berikan kepada manusia. Ajaran ketauhidan dan ajaran pembiasaan beribadah sangat penting disampaikan kepada anak-anak di fase ini. Sehingga memasuki fase berikutnya anak dapat membedakan yang baik dan yang buruk karena kemampuan nalarnya semakin meningkat.

Seringlah ajak mereka mengamati sesuatu hal yang baru, dan dorong mereka untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang suatu tersebut. Dengan demikian semakin banyaklah pengetahuan baru tentang lingkungannya yang diketahui anak. Perhatikan aspek perkembangan di atas, agar kita dapat memberikan pendekatan yang tepat dalam menumbuhkembangkan mereka sesuai dengan usianya ini.