Kamis, 08 Juli 2021

KENALI ANAK DAN TUMBUH KEMBANGNYA

 


Anak adalah anugrah terindah yang diberikan Allah swt kepada kita orang tua (pendidik), Dititipkan ALlah swt kepada kita pendidikan mereka agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Semua potensi fisik, akal dan ruh yang dimilikinya dapat berguna untuk mereka melewati masa-masa kehidupannya. Sehingga amat pentinglah bagi kita sebagai orang tua (pendidik) memahami aspek-aspek tumbuh kembangnya, sehingga menjadi bekal kita berinteraksi dengan mereka memberikan stimulasi atau intervensi yang tepat untuk mereka tumbuh dan berkembang dengan optimal. Yuk .. kita dalami dan kenali.

Anak baru lahir sampai usia 2 tahun dinamakan masa bayi, disebut newborn untuk usia 0–3 bulan. Masa bayi ini adalah fase anak mendapatkan kasih sayang dari orang tua yang masuk melalui pancaindera bayi mulai senyuman, sentuhan, pelukan, pandangan yang menyejukan, dan perkataan yang lembut dari orang tuanya. Pada usia-usia ini diberikan stimulasi-stimulasi melalui pancaindera tersebut sehingga akan terlihat respon mereka. Dengan sentuhan apakah anak merespon, misalnya saat disentuh pipi seorang anak newborn, maka akan merespon menoleh ke arah datangnya sentuhan. Saat mainan yang menimbulkan bunyi digoyangkan dan muncul suara-suara di dekat mereka, maka akan merespon melihat dari mana datangnya suara tersebut. Berikan senyuman saat bermain dengan mereka, perhatikanlah respon yang mereka berikan. Ada yang merespon tertawa saat kita ajak bercanda, ada yang diam dan ada yang hanya tersenyum. Berikan pelukan di dalam keseharian mereka, saat bangun tidur, saat selesai mandi, saat selesai melakukan suatu yang terpuji, dan saat lainnya yang kita ciptakan untuk menunjukan kasih sayang dari kita, ayah bundanya. Ajarkan kepada mereka mengenali emosi yang sedang mereka alami. Saat mereka berteriak kemudian menangis, maka namakan perasaannya kemudian kenali penyebabnya dan beritahu cara mengatasinya. Peluk kembali mereka dan tatap dengan pandangan yang menyejukkan, ucapkan dengan perkataan yang lembut kepada mereka sehingga mereka tahu bahwa ayah bundanya menyanyangi mereka. Anak yang tumbuh dengan kasih sayang, sesungguhnya kita sedang membantu mereka mencapai tumbuh kembangnya sesuai usia mereka. Kasih sayang ini terus ditunjukkan oleh orang tua (ayah bunda atau guru sebagai pendidik) sampai mereka usia dewasa sangat penting. Dorothy Low Nolte menyebutkan bahwa anak yang dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan cinta dapam kehidupannya.

Piaget menyebutkan tumbuh kembang anak 0–2 tahun pada aspek perkembangan kognitif masuk di tahap perkembangan sensorimotor. Yaitu perkembangan kognitif anak yang dikonstruk atau dibangun berdasarkan adanya interaksi antara lingkungan dengan anak melalui indra maupun fisik anak. Anak berkembang aspek kognitifnya melalui indra melihat, mendengar, menyentuh, bergerak sehingga kemampuannya semakin bertambah sesuai usianya.

Apa sajakah aspek tumbuh kembang masa bayi ini? Mari kita cek beberapa kemampuan yang dicapai anak memasuki usia 2 tahun awal. Sudahkah mereka memiliki kemampuan ini pada setiap aspek perkembangan mereka?

A. Aspek Perkembangan Fisik yaitu (1) dapat berjalan, memanjat dan berlari, (2) dapat berjalan di papan titian, (3) mampu menari mengikuti musik, (4) mampu menendang dan melempar bola, (5) mampu makan sendiri, (6) mampu berjalan cepat, (7) mampu mencorat-coret dengan krayon atau pensil, (8) mampu membolak-balik halaman buku 2–3 halaman dalam sekali waktu, (9) mampu menggelindingkan bola besar dengan tangannya, (10) mampu memegang sesuatu dengan kuat, (11) mampu minum dengan gelas, (12) mencoba menggunakan sendok saat makan,(13) mengambil sesuatu dengan berjongkok, (14) jika sedang terburu-buru, akan beralih dari berjalan ke merangkak

B. Aspek Perkembangan Sosial, yaitu (1) mulai mau bekerjasama saat bermain, (2) bermain paralel (bermain sendiri-sendiri walau dalam satu kelompok), (3) mampu menunjukkan rasa ingin tahu dan semangat saat bersama-sama walau masih tergantung dengan orang dewasa yang menjaganya

C. Aspek Perkembangan Emosi, yaitu (1) masih suka menangis saat berpisah dengan orang yang dekat dengannya, (2) saat marah dan takut sesuatu, masih mencari orang yang dapat memberinya kenyamanan, (3) saat bertemu dengan orang yang tidak dikenalnya, masih melihat tanda dari orang yang dekat dengannya, (4) masih suka kehilangan kendali saat lelah atau frustasi, (5) mampu menunjukkan sikap empati dengan suara atau menepuk-nepuk, dan dengan berbagi sesuatu

D. Aspek Perkembangan Kognitif, yaitu (1)mengulang-ulang tindakan yang disukainya, (2) mampu menunjukkan benda ketika disebutkan namanya, (3) mengenal beberapa bagian tubuhnya, dan mampu menunjukkannya saat disebutkan, (4) mampu menunjukkan foto dirinya saat diperlihatkan atau saat bercermin, (5) mampu mengetuk-ngetuk lebih dari satu objek, (6) mampu memanipulasi dan mengeksplorasi benda dengan memasukkannya ke mulut, dengan menggerak-gerakannya atau dengan memukul-mukulnya, (7) mampu memilih alat permainan walau masih sering meninggalkannya dan tidak merapikan kembali, (8) mampu menyebut namanya, (9) akan mencari saat mainan kesukaannya tidak ada. Bagaimana kemampuan berbahasanya? Inilah mereka (1) mampu memahami dan mengikuti perintah yang sederhana, (2) mampu mengucapkan nama yang terdiri atas 2 (dua) suku kata, (3) mampu mengucapkan banyak kata, walau baru kata-kata yang menunjukkan nama-nama (benda atau orang), (4) mampu mengucapkan kalimat sederhana, walau hanya terdiri dari 2 kata, (5) mampu meniru ucapan-ucapan yang didengarnya, (6) menyenangi lagu-lagu dan musik,(7) mampu menyanyi walau tidak sempurna.

TIPS UNTUK ORANG TUA (PENDIDIK) :

Setelah orang tua (pendidik) tahu tentang kemampuan anak memasuki usia 2 tahun awal, maka sebaiknya orang tua (pendidik), (1) mengajarkan pada anak nama-nama yang baik dan positif. Seperti menyebutkan namanya dengan jelas, dan merespon perilakunya dengan sebutan ‘pintar, baik, shaleh’ ; ‘anak pintar, anak shaleh (shalehah), anak baik’. Selain itu (2) namakan emosi yang sedang dirasakan yang meliputi emosi sedih, senang, marah, bahagia, kesal, takut, dan seterusnya, agar mereka mengenali emosinya. Saat emosi negatif (sedih, kesal, marah, takut) muncul, maka orang tua (pendidik) segera meresponnya dengan kehangatan sehingga mereka menjadi nyaman kembali karena emosinya diperhatikan dan diakui. (3) Jangan memarahi anak saat mereka meninggalkan mainannya dan tidak merapikan, tapi ingatkan mereka dengan sebuah kebiasaan setelah bermain maka merapikan kembali. Misalnya dengan mengatakan “ hitungan ke 10 waktu bermainnya selesai ya De, kita rapikan kembali setelah itu, OK?” dan lihat respon anak. Saat ia mengiyakan, maka mulailah menghitung. Saat anak masih ingin bermain, maka tunggu sampai ia siap untuk berhenti, dan ulangi lagi mengingatkan mereka dengan hitungan tadi. Saat kita melihat mereka meninggalkan mainannya tanpa merapikan, janganlah kita marah karena memang itulah kemampuan mereka. Teruslah kita mengingatkan mereka sehingga tumbuh kebiasaannya bahwa setelah bermain maka alat-alat mainnya dirapikan dan disimpan kembali ke tempatnya. (4) ajarkan mereka bisa menghafal surat-surat dalam alquran dengan memperdengarkan suara bacaan alquran dari kita orang tuanya atau dari bacaan murattal . Maka saat kemampuan berbicaranya muncul, kata-kata dalam surat alquran yang kita ajarkan akan mudah diucapkan dan dihafal dengan baik karena kata-kata tersebut sudah masuk memory jangka panjangnya. Saat diulangi untuk diucapkan, maka akan cepat dihafal oleh anak kita. (5) berikan waktu membaca buku untuk mereka agar banyak kosa kata yang masuk dalam otak mereka. Sehingga saat kemampuan berbicaranya tiba dimasa-masa 2 sampai 3 tahun akan banyak kalimat yang dihasilkan saat mereka berbicara. Tumbuhkan kepada mereka cinta buku dan cinta alquran.

Selanjutnya anak terus tumbuh seiring waktu kehidupan mereka dan saat masuk usia 2- 7 tahun disebutlah masa anak-anak atau masa thufulah dalam Islam. Perkembangan kognitifnya oleh Piaget dinamakan tahap properasional. Satu fase perkembangan seorang anak pada usia ini dengan ditandai akan kemampuannya menguasai simbol-simbol atau tanda-tanda dan kemampuan intuitif dalam memahami sesuatu yang sifatnya sedikit abstrak. Anak belum bisa memahami konsep angka misalnya dengan hanya menyebutkannya, tapi harus diajarkan dengan material yang konkrit seperti dengan manik-manik. Setelah mereka dapat mengerti kemudian baru dibuat simbol yang merepsentasikan angka tersebut. Nah…dengan memahami konsep tahap praoperasional ini, sebagai pendidik akan tahu pendekatan apa yang tepat diberikan saat membelajarkan mereka tentang konsep baru. Benda-benda kongkrit penting dihadirkan agar mereka dapat memanipulasinya untuk dapat memahami konsep baru tersebut.

Sekarang mari kita cek kemampuan anak pada fase ini meliputi kemampuan apa saja? Untuk anak yang memasuki usia 2–5 tahun, akan terlihat perkembangan kemampuan sebagai berikut :

A. Aspek Perkembangan Fisik, yaitu (1) mampu memakai baju sendiri walau masih harus dibantu, (2) kemampuan berjalan dan melompatnya semakin baik. (3) mampu menaiki anak tangga dengan kaki yang bergantian satu per satu, (4) mampu melompat dengan 1(satu) kaki, (5) mampu melempar bola dengan kuat, (5) bisa mencoba untuk mampu menangkap bola, (6) mampu bermain di sebuah playground dengan lincah, (7) mampu memegang pensil atau krayon dengan ibu jari dan 2( dua) jari lainnya, (8) mampu menggunting kertas dengan gunting secara mandiri, (9) mampu meniru berbagai bentuk dalam gambar, misalnya menggambar lingkaran, (10) mampu ke toilet sendiri, (11) makan sendiri dengan sedikit tumpahan, (12) mau mengikuti toilet training di waktu malam, (12) menyenangi musik sederhana, (13) menyenangi kebiasan-kebiasaan yang rutin (mandi, sikat gigi, cuci tangan, bangun pagi, dst.

B. Aspek Perkembangan Sosial, yaitu (1) menyenangi permainan bersama teman-temannya, (2) ada yang memiliki teman tertentu (kawan mainnya), (3) mampu berbagi, bekerjasama dan menunjukkan keramahan kepada temannya, (4) mampu bermain satu alat permainan, bekerjasama dengan 1(satu) atau 2 (dua) temannya, (5) semakin berkembang kemandirian dan kemampuan sosialnya untuk berinteraksi dengan teman-temannya

C. Aspek Perkembangan Emosi, yaitu (1) mampu menghibur teman yang sedih atau yang terluka, (2) semakin terlihat perilaku yang menunjukkan indentifikasi nya sesuai jenis kelaminnya (perempuan/laki-laki), akan berkelompok dengan teman bermain yang sejenis (3) terkadang menunjukkan agresifitas dalam bermain bersama, (4) senang mendapat pujian dan senang menunjukkan kemampuannya, (5) senang memberikan dan menerima kasih sayang dari orang tuanya

D. Aspek Perkembangan Kognitif, yaitu (1) memahami konsep yang berlawanan (seperti besar dan kecil), dan konsep posisi (seperti awal, tengah, akhir), (2) mampu membangun menggunakan benda-benda seperti puzzle, balok, pasir, tanah liat dan benda cair, (3) mampu membangun menara dengan 8 sampai 10 balok, (4) mampu menjawab pertanyaan sederhana, (5) mampu menghitung 5- 10 benda, (6) mampu menunjukkan rentang perhatian yang lebih lama (15 menit atau lebih), (7) berbicara dengan dirinya sendiri saat bermain permainan dengan alat, (8) mampu mengikuti perintah yang sederhana, (9) mampu mengikuti aturan yang sederhana dan suka menolong, (10) mampu menulis beberapa angka dan huruf, (11) menyukai bermain peran dan memerankan karakter yang bermacam-macam, (12) mampu mengingat pengalaman atau aktifitasnya dengan benar, maka kembangkan dengan ajak anak untuk cerita pengalamannya (13) mampu menghitung benda sesuai dengan angka yang dikenalnya, (14)mampu menceritakan kembali cerita yang baru didengarnya, (15) mampu menyebutkan nama warna-warna sesuai dengan objeknya. Bagaimana dengan kemampuan berbahasanya? Anak yang memasuki usia 2–5 tahun sudah mampu (1) berbicara dengan menggunakan kata-kata yang bervariasi, (2) Banyak bertanya, dan mampu menjawab pertanyaan yang sederhana, (3) Mampu bercerita dan bahkan selalu berbicara seolah tidak bisa dihentikan, (4) mampu berbicara dengan pola yang dilakukan orang dewasa, (5) mengambil bagian dalam percakapan, (6) Senang kelucuan, senang musik, senang cerita, (7) Mampu menunjukkan assertive (ketidaksukaan atau kesukaan) terhadap suatu yang dialaminya

Waktu terus berjalan sampailah mereka usia 5–7/8 tahun (baca : usia 7 akhir dan masa awal usia 8 tahun). Apa sajakah kemajuan dari kemampuan aspek perkembangan mereka?

A. Aspek Perkembangan Fisik, yaitu (1) mampu bergerak dan beraktifitas semakin lincah, dan terkoordinasi gerakannya, (2) mampu bermain semakin sulit tingkatan dan aturannya

B. Aspek Perkembangan Emosi, yaitu (1) semakin menunjukkan kemandirian, (2) membutuhkan perasaan diterima oleh teman-temannya, (3)semakin banyak menggunakan kemampuan berpikirnya, (4) menyukai aktifitas-aktifitas fisik, (5) semakin dapat mengkontrol emosinya kecuali pada situasi tertentu, (6)terkadang muncul kecemasan saat interaksi dengan orang dewasa di sekelilingnya

C. Aspek Perkembangan Sosial, yaitu (1) senang berkelompok dengan seumurannya, (2) mementingkan kepentingan kelompoknya, (3) mulai bergaul dengan lawan jenisnya sesekali

D. Aspek Perkembangan Kognitif, yaitu (1) menunjukkan keterampilan penalaran semakin baik, (2) semakin baik dalam bercakap-cakap, (3) semakin mampu berpikir abstrak ( misalnya berpikir hitung maju dan mundur yaitu mampu menambah dan mengurangi di luar kepalanya, bukan hanya menghitung di atas kertas)

TIPS UNTUK ORANG TUA (PENDIDIK) :

Orang tua (pendidik) dapat mengajarkan kepada anak pada fase ini nilai-nilai islam baik berupa ajaran dalam ibadah dan berperilaku keseharian. Anak ditanamkan keyakinannya akan penciptaNya dengan pengamatan langsung terhadap ciptaanNya bahwa Allah swt yang menciptakan semua yang dilihat dan ditemui dalam aktifitas sehari-hari mereka. Yaitu air, udara, binatang, makanan, tanaman, dan lain-lainnya. Ajarkan mereka berperilaku sesuai dengan nilai-nilai islam. Ajarkan mereka mengerjakan ibadah-ibadah sesuai ajaran islam, yaitu shalat, berpuasa, berinfaq. Kesemuanya dipraktekkan dengan memperhatikan kemampuan-kemampuan di atas.

Contoh mengembangkan kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan sederhana. Bagaimana caranya? Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana dalam mengenal Allah, misalnya siapa yang ciptakan matahari di pagi hari. Siapa yang menurunkan hujan? Mengapa ada siang dan malam? Mengapa turun hujan?

Ajarkan kepada mereka pemahaman akan Allah sebagai Yang Maha pencipta, dan ajak anak untuk mengkisahkannya kembali. Ceritakan peristiwa terjadinya hujan, ajak anak menceritakannya kembali. Kemudian ajarkan anak membaca ayat alqur’an tentang hujan yang Allah turunkan agar tumbuh tanaman, dengan tanaman itu kita makan buahnya, sayurannya. Itulah rizqi yang Allah berikan kepada manusia. Ajaran ketauhidan dan ajaran pembiasaan beribadah sangat penting disampaikan kepada anak-anak di fase ini. Sehingga memasuki fase berikutnya anak dapat membedakan yang baik dan yang buruk karena kemampuan nalarnya semakin meningkat.

Seringlah ajak mereka mengamati sesuatu hal yang baru, dan dorong mereka untuk dapat mengajukan pertanyaan tentang suatu tersebut. Dengan demikian semakin banyaklah pengetahuan baru tentang lingkungannya yang diketahui anak. Perhatikan aspek perkembangan di atas, agar kita dapat memberikan pendekatan yang tepat dalam menumbuhkembangkan mereka sesuai dengan usianya ini.

Sabtu, 05 Juni 2021

2 TIPS MENDORONG ANAK SUKSES PADA PTM

 

Masa pandemi Covid 19 masih berlangsung hingga saat ini, sekolah tutup sejak bulan  Maret tahun 2020 yang lalu dan pembelajaran dilakukan melalui daring. Namun sejak awal April yang lalu telah mulai diuji coba kan pembelajaran tatap muka di beberapa daerah di Indonesia ini, dengan menerapkan beberapa ketentuan yang ditetapkan tentang protokol kesehatan untuk menghindari adanya penyebaran Covid 19 di cluster sekolah. Uji coba akan berlanjut di bulan Juni ini untuk mempersiapkan sekolah memasuki Tahun Pelajaran 2021-2022 di bulan Juli mendatang. Pembelajaran tatap muka ini mensyaratkan beberapa hal yaitu jadwal tatap muka sepekan 3 kali secara bergantian (50% anak belajar tatap muka, 50% anak belajar dari rumah), setting kelas diatur dengan jarak duduk 1,5 meter, dan wajib menggunakan masker,  serta aturan kesiapan fisik (lingkungan sekolah) terkait dengan tatanan norma baru pada masyarakat, selain dari penerapan kurikulum darurat di sekolah. Pemerintah kita telah benar-benar akan menerapkan pembelajaran tatap muka bertahap, sekolah akan sudah mulai di buka di bulan Juli mendatang.

Bagaimana respon masyarakat mendengar berita ini? Menurut hasil evaluasi dari uji coba tatap muka tersebut masih adanya ketidakdisiplinan anak dan guru dalam hal penggunaan masker, dan masih terjadi kerumunan saat bertemu. Oleh karenanya kondisi ini mengkhawatirkan sebagian masyarakat sehingga mengambil keputusan tidak mengizinkan anaknya untuk belajar tatap muka. Berdasarkan hasil Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI)  mendapati bahwa sebanyak 75,8% publik setuju jika pembelajaran tatap muka segera dibuka. Sementara 20,6% mengatakan tidak setuju dan 3,6% mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.[1]   Bagaimana dengan anak-anak? Ada anak yang belum berani  untuk belajar tatap muka, dan banyak yang senang, ingin segera belajar tatap muka, bertemu dengan teman-teman dan guru-guru mereka walau tetap ada rasa kekhawatiran akan terkena Covid 19.

Sebenarnya, apa yang menjadi pertimbangan Pemerintah sehingga mengeluarkan kebijakan pembelajaran tatap muka dapat dilakukan di awal Tahun Pelajaran 2021-2022 bulan Juli ini? Pertimbangan tersebut diantaranya beberapa kendala penyelenggaraan pembelajaran daring yang dilakukan sekolah, yaitu internet yang tidak lancar, paket data yang kehabisan, daerah yang belum masuk sambungan internet, guru yang belum menguasai pembelajaran secara digital, dan yang paling dikhawatirkan semakin meningkatnya learning loss yang terjadi pada anak dalam penguasaan kompetensi yang dibelajarkan melalui pembelajaran daring. Kondisi ini tidak hanya terjadi di negara kita bahkan hampir di seluruh dunia. Anak mengalami penurunan kemampuan baik secara kognitif, afektif dan psikomotor. Perkembangan emosi dan psikologi terganggu karena tidak adanya interaksi sosial. Akhirnya menyebabkan kesiapan memasuki dunia kerja pun akan mengalami gangguan karena kompetensi yang menurun.

Sebagai pendidik, baik pembelajaran tatap muka maupun pembelajaran jarak jauh yang akan dilaksanakan, maka tetap harus mempersiapkan peningkatan kompetensi mengajar dan penguasaan manajemen kelas kita agar anak mendapatkan pembelajaran yang bermakna yang dapat menumbuhkembangkan potensi mereka, apalagi kondisi learning loss pada anak sudah mengancam di depan mata kita.

Apa saja yang dipersiapkan untuk menyambut anak-anak nanti di kelas kita bila sekolah di buka? Dua  tips berikut ini dapat diperhatikan yaitu :

1.       Cek kondisi emosi /mental kita sebagai pendidik dan anak kita. 

Selama masa pandemi Covid 19 ini kondisi ketidakpastian sudah mengganggu kesehatan mental kita semua, kita sebagai pendidik maupun anak sebagai pembelajar. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal pada anak diperlukan mengakses rasa senang, rasa semangat, rasa nyaman dan aman  yang tentunya bisa kita berikan saat kondisi kita pun sebagai pendidik mempunyai state of mind yang sama.  State of mind senang, semangat, ceria, nyaman dan aman akan memunculkan proses kreatif yang diperlukan pada saat pembelajaran berlangsung. Sama halnya kita sebagai pendidik, ide-ide kreatif dalam perencanaan pembelajaran akan mudah ditemui saat kita mengakses state of mind ini.

Kathryn Fishman-Weaver, seorang Director of Academic Affairs and Engagement, Mizzou K–12, California dalam sebuah artikel tentang pembelajaran sosial dan emosi (Social and Emotional Learning/ESL)[2] menyebutkan 5 Tips yang dapat dilakukan oleh kita sebagai pendidik yaitu :

Ø  Set the stage : Buatlah suasana kelas yang aman dan nyaman untuk anak. Penuh rasa senang, saling memiliki, saling menghargai, saling menyayangi, saling support sebagai  sebuah komunitas kelas yang kuat dan tingkatkan engagement di antara mereka dengan cara banyak melakukan percakapan-percakapan yang menumbuhkan kedekatan diantara mereka. Temukan dan setting ruang dan waktu untuk kegiatan ini.

Ø  Mengajarkan belief “the only way out is through Diantara topik yang dapat diobrolkan dalam percakapan di atas dengan mereka adalah seputar pengalaman mereka setahun lalu mengikuti pembelajaran jarak jauh. Seperti apa yang paling susah dan yang paling mudah dialami saat PJJ, apakah masuk Tatap Muka ini muncul kekhawatiran, apa yang menjadi harapan di kelas Tatap Muka ini, kira-kira apa yang membuat merasa aman, senang, semangat, ceria saat PTM ini, dst. Tujuan besarnya kegiatan ini adalah mendorong tumbuhnya rasa kebersamaan dalam sebuah komunitas kelas yang kuat. Belief yang diajarkan adalah “the only way out is through”

Ø  Cek temperatur emosi.  Salah satu cara mengenalkan macam-macam emosi pada anak. Di sesi pembukaan pembelajaran bisa diajukan pilihan ke anak, misalnya senang, sedih, semangat, takut, atau dua emosi sekaligus.  Dapat dielaborasi lagi dengan menuliskan jurnal tentang apa yang mereka rasakan, melukiskan melalui gambar, sketsa dst atau perlu pendekatan personal untuk anak-anak yang khusus. Tujuan dari kegiatan ini anak dapat menamakan emosi yang sedang dirasakan dan dapat mengatasinya.

Ø  Lakukan Brain Body Scan. Tarik nafas dalam, dengarkan apa yang sedang dirasakan oleh tubuh anak kita. Mungkin sedang merasa takut, sedang merasa kuatir, atau memang merasa senang. Lakukan streching, jalan-jalan keluar menghirup udara segar atau menghangatkan tubuh dengan sinar matahari pagi. Lakukanlah apa yang sedang tubuh anak kita perlukan, sampai kondisi mereka kembali OK untuk dapat berkonsentrasi lagi mengikuti proses pembelajaran. Lakukan ini setiap break session setiap hari

Ø  Student Wellnes Choice Board. Ini adalah salah satu kegiatan pilihan dalam board yang dapat diberikan kepada anak untuk menumbuhkan kondisi OK (nyaman, senang, aman, semangat, ceria) sehingga dapat masuk kegiatan pembelajaran dengan baik

2.    Siapkan pembelajaran efektif untuk sessi tatap muka maupun sessi online.

Perencanaan pembelajaran penting dilakukan dengan cermat oleh pendidik. Memperhatikan kondisi learning loss yang saat ini terjadi menjadi konsideran yang penting, sehingga perencanaan yang baik didahului dengan pemetaan kompetensi pada anak. Berikan kepada mereka diagnotis asessment sebelum sebuah konsep baru dipelajari mereka.

diagnostic assessment is a form of pre-assessment where teachers can evaluate students’ strengths, weaknesses, knowledge and skills before their instruction.diagnostic assessment refers to an assignment written at the beginning and end of a course.[3]

Dengan diagnostic assesment maka dapat diketahui apa yang sudah anak pahami (kekuatan mereka) apa yang belum meraka kuasai (kelemahan mereka) dari kompetensi (pengetahuan, keterampilan) yang telah dipelajari sebelumnya. “Good teachers in every subject will adjust their teaching based on what students know at each point,” [4] Seorang Direktur IT di Albany Georgia, Vicki Davis menegaskan tentang pendidik yang bagus akan menyesuaikan pembelajarannya berdasarkan atas pengetahuan yang telah anak ketahui. Sehingga mereka akan melakukan perencanaan berdasarkan hasil asessment ini kemudian melakukan pembelajaran dengan learning objective yang ditetapkan berdasarkan kompetensi dalam kurikulum. Kemudian setelah pembelajaran, berikan kembali diagnostic assesment. Adakah progress yang dicapai anak setelah pembelajaran dilakukan. Untuk selanjutnya pembelajaran berproses sampai anak mencapai ketuntasan kompetensi mereka, dan lakukan assesment for learning, not learning for assesment.  Penilaian untuk pembelajaran agar anak mencapai kompetensi yang diharapkan secara berkesinambungan, bukan pembelajaran untuk penilaian sehingga anak hanya melakukan pembelajaran untuk dinilai. Penilaian untuk pembelajaran yang sukses menghasilkan kemajuan kompetensi anak yang semakin meningkat dan berkesinambungan. Successful Assessment for Learning strategies result in improved learner progress on a continual basis.[5] Untuk teknik-teknik penilaian yang dilakukan selama proses pembelajaran dapat menggunakan tool digital yang bervariasi. https://ellaedu.blogspot.com/2020/12/penilaian-formatif-kelas-virtual.html dapat dibaca untuk mempelajari teknik penilaian ini, bisa dilakukan secara online maupun offline.

Menyiapkan pembelajaran tatap muka di bulan Juli nanti diharapkan tetap mengakses digital toods yang digunakan saat pembelajaran jarah jauh dilakukan. Sebab pelaksanaan pembelajaran tatap muka ini tidak seperti pembelajaran tradisional yang telah setahun ini tidak dilakukan lagi. 50% anak hadir di sekolah dan 50% anak yang lain belajar di rumah. Siapkan pembelajaran yang efektif agar dapat mengakomodir pembelajaran online (belajar di rumah)  dan offline (tatap muka). Blended learning salah satu strategi pembelajaran yang dapat mengakomodir keduanya. Empat langkah sederhana ini dapat dilakukan :

1.       Siapkan jadwal belajar harian anak. Gunakan choice board untuk memudahkan anak menset pilihan pembelajaran yang akan mereka lakukan secara mandiri.

2.       Siapkan video-video pembelajaran yang dapat diakses anak kapanpun dalam sebuah platform LMS yang mudah. Seperti google classroom, nearpod atau padlet.

3.       Berikan kegiatan yang dapat mengakses keterlibatan anak yang maksimal sehingga mereka senang, tidak bosen karena kegiatannya tidak menantang bagi mereka. Gunakan berbagai metode pembelajaran siswa aktif.

4.       Tetapkan aturan belajar dan terapkan dengan konsisten

Demikian 2 (dua)  tips yang dapat diperhatikan kita sebagai pendidik untuk menyiapkan pembelajaran tatap muka di bulan Juli mendatang, sehingga menghasilkan anak yang senang dan sukses pada pembelajaran mereka dan menjadi salah satu cara yang dapat kita lakukan dalam  mengantisipasi learning loss yang terjadi pada anak-anak kita.

 

 

 

 

 

Kamis, 22 April 2021

5 Tips Agar Anak Merasakan OK Saat Kembali Ke Sekolah

 


Pendidik dapat melakukan cara sederhana untuk membantu mereka merasa OK saat mereka kembali masuk kelas

Setelah setahun lebih ini sekolah tutup karena kondisi pandemi COVID 19,  saatnya anak akan memasuki sekolah kembali di tahun pelajaran mendatang di bulan Juli 2021.

Keadaan mereka saat menjalankan pembelajaran online perlu di cek, bagaimana perasaannya, bagaimana kesiapannya untuk kembali ke sekolah lagi.

5 tips berikut dapat dilakukan :

1.     Set the stage (Memulai)

Komunitas kelas dan keterlibatan anak perlu dimulai dilakukan pendidik yaitu pertama gali pengalaman anak melalui percakapan-percakapan yang membangun kebersamaan dan jangan lupa ciptakan percakapan yang tetap menghargai mereka, penuh keterbukaan dan menujukan kolaborasi yang baik di antara anggota kelas. Tunjukkan kamu ada, kita semua ada, saling support, menghargai satu sama lain, dan pengakuan tentang pengalaman pengalaman yang mereka ceritakan. Kemudian berikutnya rasakan tumbuhnya keterikatan anak yang semakin meningkat pada kelasnya.

2.     Know that the only way out is through (ketahuilah melalui masa satu-satunya jalan keluar). Pembelajaran dari rumah sudah dilewati dalam waktu yang tidak pendek, oleh karenanya selain pengalaman-pengalaman ini perlu digali, perlu juga dilakukan percakapan-percakapan yang menggali tentang kekhawatiran dan harapan akankah kita bisa terus maju. Percakapan ini dilakukan sehingga tercipta ruang untuk kita bangun komunitas bersama-sama. Beberapa contoh pertanyaan untuk memulai percakapan ini sebagai berikut :

a.     Rasakan dan dengarkan serta pikirkanlah apa yang paling berat  dan yang paling disukai saat pembelajaran dari rumah?

b.     Rasakan dan dengarkan serta pikirkanlah apa yang paling dikhawatirkan saat kalian kembali belajar di kelas?

c.     Rasakan dan dengarkan serta pikirkanlah apa yang menjadi harapan kalian saat kembali belajar di kelas?

d.     Hal apa saja kira2 yang membuat kalian aman saat kalian pindah belajar di kelas?

e.     Siapa kira-kira orang yang dapat kalian temui untuk membantu saat kalian membutuhkan?

f.      Apa saja cara untuk mendukung orang-orang di sekitar kalian?

3.     Have students take an emotional temperature check (Berikan kesempatan anak mengecek temperatur emosinya). Saat kita membantu anak menamakan emosinya, maka hal tersebut akan lebih memberikan kontrol pada diri mereka terhadap situasi yang mereka hadapi, terutama situasi yang menunculkan emosi yang berat dan besar. Ketika anak mengetahui emosi yang sedang dirasakan, maka akan lebih mudah baginya untuk menerma emosi tersebut dan mengelolanya dan akhirnya merespon situasi menjadi lebih baik.

Tujuan kegiatan emotional temparature check adalah :

a)     Anak dapat menamakan emosinya sesingkat mungkin

b)    Anak dapat menerima emosinya saat itu dan mengkontrolnya dengan baik

Beberapa item check dengan model berikut :

A.    Model nuansa :

a)     Sedih atau sedang tersinggung?

b)    Senang atau sedang bersemangat?

c)     Sedang bercampur aduk emosimu?

d)    Mungkin sedang takut sekaligus semangat?

B.    Lakukan dengan berbagai cara baik secara langsung maupun tulisan untuk menghargai cara mereka mengekspresikan dan melaksanakan proses kegiatan ini. Mereka ada yang memilih bisa langsung mengekspresikan secara klasikal ada juga yang membutuhkan waktu untuk memikirkannya dan menuliskannya terlebih dahulu secara privasi kemudian membicarakannya secara one-on-one.

C.    Lakukan juga dengan berbagai kreatifitas seni sebagai space buat anak mengeksplor emosi mereka, seperti membuat kolase, mengecat, membuat meme, memahat, dll

4.     Guide students to do  a brain body scan (Bimbing mereka melakukan Scanning Pikiran dan Tubuh )

Saat anak tiba di sekolah dan diketahui mereka mengalami stress karena mungkin pembelajaran yang belum mereka kuasai atau tugas-tugas yang mereka belum selesaikan. Maka sebagai pendidik apa yang kita lakukan? Yang kita lakukan adalah bimbing mereka dan minta mereka melakukan kegiatan scanning pikiran (otak) dan tubuh. Mengapa? Kegiatan scanning ini memberikan kesempatan anak memperhatikan tubuhnya dari kepala sampai mata kaki. Mereka diajak merasakan apa yang sedang terjadi pada pikirannnya dan tubuhnya. Tarik nafas yang dalam dan atur nafas nya dengan baik dan berikan pertanyaan-pertanyaan ini :

a.     Bagaimana konsentrasi saya saat ini?

b.     Apa yang terasa pada kepala saya? Pada perut saya?

c.     Bagaimana energi saya? Sedang drop atau on?

d.     Apa sih yang saya perlu kerjaan sekarang?

e.     Apa saya lapar atau haus?

Pikiran dan tubuh kita dapat memberitahukan apa yang sedang kita butuhkan dengan hanya kita dengarkan saja.  Kita perlu pencet button apa saja pada bagian tubuh kita dan mulai tanyakan dan dengarkan. Tarik nafas dalam, berdiri dan jalan berkeliling, minum segelas air, pergi keluar dengan udara yang fresh, lakukan streching dan atau dengarkan lagu-lagu atau musik-musik yang disukai.

Kemudian berikan space anak untuk masuk pada kondisi OK mereka sebagai respon terhadap apa yang telah mereka dengarkan dari pikiran dan tubuh mereka.

5.     Set up a Choice Board Focused on Wellness (Setting Choice Borad yang berfokus pada menciptakan kondisi OK pada anak)

Seperti contoh choice board di bawah ini : Anak diminta memilih kegiatan yang disukai untuk menciptakan kondisi OK pada diri mereka. Ini merupakan latihan strategi untuk memproses memunculkan kondisi OK pada diri mereka, sebagai salah satu Strategi Kesehatan Mental yang penting diajarkan kepada anak. Choice board ini bisa diadaptasi untuk level mana saja.



terjemahan dari : 

            https://www.edutopia.org/article/5-tips-center-student-wellness-during-school-reentry

         By Kathryn Fishman-WeaverStephanie Walter


Minggu, 21 Maret 2021

Strategi Melibatkan Anak Pada Pembelajaran Online (Bagian II)


 Virtual Student Engagement

Keterlibatan behavioral (Perilaku)

Indikator keterlibatan perilaku anak adalah partisipasi anak dalam mengerjakan tugas-tugas selama proses pembelajaran baik saat kegiatan di kelas ataupun tugas mandiri saat selesai kelas.

Beberapa strategi agar keterlibatan behavioral anak ini meningkat seperti yang disebut di bawah ini :

A.    Aturan Kelas :

Adalah penting bagi anak dimanapun berada diajarkan kepada mereka apa yang baik dilakukan dan apa yang tidak baik dilakukan mereka. Praktekan cara mengajarkan aturan dengan melibatkan mereka (student-created norms). Kemudian hasil kesepakatan dari aturan yang dibuat bersama dipost di virtual classroom, terapkan aturan dengan konsisten dan selalu diingatkan kepada anak pentingnya aturan tsb, ciptakan rutinitasnya di dalam kelas, maka keterlibatan anak secara behavioral menjadi meningkat.

Langkah-langkah berikut dapat dicoba :

·       Collaboratively develop class norms for each portion of the virtual learning environment, yaitu ciptakan dan bangun bersama aturan kelas yang sesuai dengan kondisi lingkungan belajar secara virtual. Coba tanyakan kepada anak, “Sebagai anggota kelas, kira-kira kelas seperti apa yang kalian inginkan?” Coba pikirkan satu kata yang mencerminkan kelas impianmu! Gunakan tools chat atau breakout room atau shared document untuk melead kegiatan ini.

·       Have students sign contracts for class norms, yaitu setelah ada kesepakatan tentang aturan kelas tersebut maka ajak anak memberikan tandatangannya di lembar aturan kelas tsb. Ini dilakukan agar tumbuh sense sebagai komunitas dan kepemilikian terhadap aturan tsb yang menyebabkan anak akan menunjukkan perilaku yang dibolehkan di komunitas kelasnya, serta tidak menunjukkan perilaku yang tidak dijinkan.

·       Consistently review the established norms, yaitu mereview aturan kelas tersebut secara konsisten. Buatkan gambar yang memvisualisasikan setiap aturan tersebut dan semua anggota kelas dengan mudah untuk merefernya, mengingatkan satu sama lain jika ada salah satu anak yang tidak mematuhi aturan tsb. Akan lebih kuat lagi jika aturan tsb  diposting di kelas virtual kita agar anak semakin ingat perilaku yang diharapkan dari mereka.

 B.    Praktekan teknik restorative

Yaitu melaksanakan pendekatan diskusi yang membangun hubungan saling menghargai sesama anggota kelas jika terjadi penyimpangan perilaku. Pendidik mencari akar permasalahan dari penyimpangan perilaku tersebut dengan dialog kepada si anak sehingga muncul kesadaran anak untuk menunjukkan perilaku positif yang diharapkan. Apa positifnya bagi anak jika anak melakukan perilaku tersebut, dan apa negatifnya jika mereka tidak melakukannya. Apa konsekuensi yang akan muncul jika anak melakukan perilaku yang tidak diharapkan. Bantulah anak untuk menjawab semua pertanyaan tersebut sehingga dapat melatih keterampilan berpikir merekam keterampilan berpikir kritis. Misalnya dalam mendiskusikan satu perilaku menyimpang, mereka memiliki pendapatnya sendiri tentang hal tersebut, dan kemudian ajak mereka berpikir dari sudut pandang orang lain.

Beberapa ide-ide yang bisa diterapkan yaitu :

·    Implement virtual community circles, yaitu buatlah sessi komunitas circle secara virtual, dan berikan kesempatan anak untuk mendiskusikan pemikiran mereka atau apapun yang mereka sedang pikirkan, biarkan mereka mendiskusikannya sampai mendalam sehingga benar-benar muncul hubungan atau relasi yang sangat bermakna di kelas mereka tersebut. Gunakan resources virtual yang mengajarkan tentang mindfulness (kebaikan),  self-awareness (kesadaran diri), and self-regulation (disiplin diri), misalnya reources yang paling terkenal dan sangat bagus digunakan  virtual mindfulness videos, digital gratitude activities, online coloring pages, and personal reflections.  Jika ini dijalankan maka akan tumbuh keterampilan sosial-emosi anak. Bisa dicek resources tadi pada website atau media digital lainnya.

·    Meet with students in a one-on-one meeting to discuss behavior issues, yaitu adakan meeting dengan anak, satu per satu untuk mendiskusikan masalah perilaku. Ada 5 langkah yang dapat dijalankan menurut sebuah panduan penerapan disiplin dengan teknik restorative yang dijalankan di  Hacking School. Penyusun menyebutnya  5 langkah tersebut adalah (1) Initiate, (2) Empathize, (3) Analyze, (4) Execute, and (5) Reflect (Maynard & Weinstein, 2019). Langkah tersebut dijalankan saat menangani masalah perilaku di sessi meeting dengan anak, satu per satu tadi atau dilakukan per grup kecil. Dengan mengimplemntasikan teknik restorative, anak akan belajar dari kesalahan yang mereka alami, kemudian mereka didorong agar dapat bertanggungjawab atas kesalahan tersebut,  dengan cara melakukan suatu rencana tindakan  sebagai konsekuensi yang timbul agar dapat memperbaiki kerusakan ataupun kesakitan yang timbul akibat kesalahan yang mereka lakukan. Buatlah meeting-meeting teknik restorative ini secara virtual

    C.    Collaborate with Other Supporters  yaitu kolaborasilah dengan tim (baik sesama pendidik atau  orang tua) 

     Tertulis di artikel Melisa ini ada 22 persen anak yang absen di kelas setiap hari (22 percent of students were missing class each day). Jadi sangat artinya bagi sekolah melakukan kolaborasi dengan tim (baik sesama pendidik atau orang tua) untuk mendapat bantuan pertolongan yang mereka butuhkan  agar dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.

       Beberapa cara yang bisa dijalankan :

     Maximize family connection through technology, yaitu maksimalkan penggunaan teknologi untuk menjalin hubungan dengan orang tua.  Misalnya mengirim tips-tips parenting, berita kelas, shoutouts, and Snapshots of the Week. Ini contoh yang sangat menarik yang dapat dilakukan seorang pendidik agar bisa terhubung dengan keluarga dari anggota kelas mereka sepanjang waktu ini. . Sebuah resosurces yang banyak disukai orang tua yaitu Google Guidebook for Families and Students

·       Create a shared parent contact log, yaitu buatkan list kontak (log) orang tua yang dapat dishare sesama tim. Tim di sekolah Melisa mulai dari guru, konselor, koordinator orang tua, maupun asisten guru melakukan support maksimal bagi anak yang memiliki masalah perilaku. Setiap anggota tim berperan sebagai mentor untuk 4 atau 5 anak dan memiliki jadwal meeting setiap pekannya untuk menciptakan dan membangun hubungan yang baik.

        Keterlibatan Koginitif (Cognitive Engagement)

      3 komponen yang dibutuhkan dalam pembelajaran anak untuk membantu mereka secara aktif terkoneksi dengan materi pembelajarannya yaitu  (1) authentic learning experiences (pengalaman belajar otentik), (2) higher-order questioning (pertanyaan HOT), dan teachable learning strategies (strategi pembelajaran yang tepat)

     (1)   Authentic Experiences

      Yaitu sebuah pengalaman belajar saat anak dapat mengakses tanpa batas semua informasi melalui penggunaan teknologi  dengan hanya menyentuh tombol tertentu. Dengan demikian mereka mendapatkan berbagai informasi yang berhubungan dengan materi yang sedang mereka pelajari.  

      Sebuah  kegiatannya contohnya adalah :

·       Use virtual resources to build a more relevant learning experience, yaitu menggunakan sumber belajar virtual untuk mendapatkan pengalaman belajar yang lebih relevan. Salah satunya dengan   menghadirkan ke dalam kegiatan kelas  virtual field trips, social media, video clips, dan gamified learning, agar anak menjadi lebih aktif berpartisipasi. BreakoutEDU menyediakan ruang – ruang digital dengan konten aplikasi yang telah disimulasikan.

    (2)   Higher-Order Questioning

     Sebagai pendidik perlu melatih anak mengubah keterampilan berpikir tingkat rendah (Lower order thinking) yang hanya menerima, mengingat dan memahami sebuah informasi kepada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher order thinking) walaupun di kelas virtual. Guru membuat latihan tersebut dapat menggunakan question starters dan menggunakan metode pembelajaran project-based learning, passion projects, dan  collaborative documents secara digital.

      Berikut ide yang bisa dicoba :

·       Use Bloom's Taxonomy to plan higher-order activities prior to the lesson, yaitu gunakan HOT Bloom Taxonomy pada materi pembelajaran. Tingkatan Bloom Taxonomy sebagai berikut  Remember, Understand, Apply, Analyze, Evaluate, and Create (Anderson and Krathwohl, 2001). The Bloom's Digital Taxonomy Pyramid menyediakan ide-ide menggunakan  online tools.

·       Provide multiple means of demonstrating knowledge, yaitu sediakan berbagai cara menjelaskan sebuah pengetahuan atau materi pembelajaran, The Universal Design for Learning Guidelines developed by CAST menyebutkan 3 prinsip yang harus diperhatikan saat mendesain pengalaman belajar yang berbeda, termasuk diantaranya aspek engagement, representation, action and expression.

·       Allow students to track progress in developing personalized focus skills, Yaitu ingatkan anak untuk mencatat setiap progress dari keterampilan yang harusnya mereka capai, dan catat secara mandiri oleh mereka, fokus keterampilan apa yang akan mereka capai. 21 century skill misalnya. Yaitu terdiri atas 12 keterampilan  yang meliputi critical thinking, creative thinking, collaborating, communicating, information literacy, media literacy, technology literacy, flexibility, initiative, social skills, productivity, and leadership (Battelle for Kids, 2019). Melisa meminta anak merencanakan action plan untuk melatih keterampilan tersebut dan merecord progressnya sampai pencapaian hasil akhirnya selama tahun pembelajaran berjalan.

     (3)   Learning Strategies

      Banyak anak menunjukkan tanggung jawab belajarnya saat pembelajaran online ini berlangsung. Pendidik menyampaikan pembelajaran dengan strategi belajar yang spesifik misalnya menunjukkan pendekatan neoroscience seperti ada tahapan rehearsing (latihan mengulang-ngulang), persistance (pantang menyerah), dan connecting prior knowledge (hubungkan dengan pengetahuan anak sebelumnya), akan membantu mereka untuk tumbuh kepemilikian (ownership)  dalam belajar mereka.  

      Beberapa ide dapat dicoba :

      Teach students virtual communication skills through establishing talking norms, yaitu ajarkan anak keterampilan komunikasi visual saat mendiskusikan tentang aturan berbicara. Saat anak mengetahui tujuan dari sebuah diskusi yang dilaksanakan melalui platform virtual ini, mereka akan menyadari dan memahami bagaimana seharusnya mereka berinteraksi dengan guru dan teman-temannya. Melisa dan anak-anaknya di kelas mensetting aturan menggunakan feature chat dengan baik dan bertanggungjawab.

     Show students how their brain works and processes new information, yaitu tunjukkan ke anak bagaimana proses menerima informasi baru terjadi pada otak mereka. Contohnya dengan mempraktekkan  metacognitive strategies, seperti  rehearsing ((latihan mengulang-ngulang), self-questioning (membuat pertanyaan-pertanyaan), and summarizing (membuat kesimpulan), di kelas, maka  akan muncul kesadaran diri pada anak tentang strategi belajar mana yang tepat untuknya. Kelas Melisa mempraktekkan sesi reflection dengan meminta anak menuliskan refleksi belajarnya tentang cara belajar apa yang telah mereka pilih tadi saat pembelajaran.

      Mudah-mudahan kita sebagai pendidik dapat mempratekkan strategi mana yang kita pilih agar dapat meningkatkaan keterlibatan anak baik secara emotional, behavioral dan cognitive, di tengah tantangan lain yang ada di hadapan kita.

 

Semoga bermanfaat,-

 

Referensi :

 

Melissa Childs is an instructional coach and a special education teacher at Salmon River Middle School in Fort Covington, N.Y

http://www.ascd.org/ascd-express/vol16/num13/virtual-student-engagement-isnt-impossible.aspx?_hsenc=p2ANqtz--pC5Nrt4540Zg12pZTIMWrn5JEi2LZkkX71mNiQKeMqJGGPg5RKxHCA6PZ3bLjNjwajTykt8gkduuNeZOvnVt-9HfbiiumByEpxiHJIOrdFRmpd4E&_hsmi=115378710