Rabu, 31 Agustus 2022

PENTINGNYA KREATIFITAS GURU DALAM MENGGUNAKAN PERTANYAAN SAAT PEMBELAJARAN

 Pertanyaan merupakan pintu terbukanya pengetahuan. Melalui pertanyaan, seseorang dapat mencari informasi yang ingin diketahuinya. Dalam berkomunikasi misalnya, saat pertama bertemu dengan orang baru, pastilah kita ajukan pertanyaan, “siapa nama anda? Dari mana anda berasal? Dimana anda tinggal?, dst” Sampai kita tahu informasi tentang orang tersebut.

Begitupun saat pembelajaran di kelas. Keterampilan bertanya perlu dimiliki baik oleh guru maupun siswa. Siswa akan terdorong menggunakan keterampilan bertanyanya saat mereka melihat contoh bagaimana guru memberikan pertanyaan saat pembelajaran di kelas. Juga dari bagaimana guru menyampaikan pembelajarannya dengan berbagai metode dan teknik diskusi serta berbagai strategi cooperative learning yang lainnya yang memotivasi siswa berbicara (student voice). Mereka menyampaikan pernyataan ide-idenya dari pertanyaan yang diberikan guru dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri.

Kondisi saat ini masih terdapat banyak siswa terlihat pasif di kelas, sedikit sekali pertanyaan yang muncul dari mereka saat diberikan waktu oleh guru untuk bertanya jika ada yang tidak dipahami dari penjelasan materi yang diberikan oleh guru. Selain itu, pertanyaan yang diberikan guru saat pembelajaran masih terlihat pertanyaan pertanyaan tingkat rendah. Seperti,  siapa yang mengetahui arti “…”, Apa itu “…”? Dimana ditemui “…”? Kapan terjadi “…”? dst.

Kemampuan guru memberikan pertanyaan perlu dikembangkan jika melihat kondisi saat ini. Kemampuan ini berhubungan dengan penggunaan metode pembelajarannya. Jika metode yang digunakan ceramah saja, maka kemampuan bertanya guru akan kurang tereksplorasi. Disebabkan dalam metode ceramah, guru aktif menjelaskan materi pembelajaran. Sedangkan jika guru memilih metode lain, seperti diskusi, eksperimen, demonstrasi, simulasi, tanya jawab, dan lainnya maka guru dipaksa untuk dapat membuat pertanyaan agar siswa terdorong mengetahui lebih dalam pemahaman mereka tentang materi yang sedang dipelajari. Kelas terlihat aktif interaktif saat metode dan keterampilan bertanya dipraktekkan dengan benar dan tepat.

Keterampilan bertanya guru maupun siswa menjadi sangat penting untuk terus ditingkatkan apalagi era sekarang ini. Dengan implementasi Kurikulum Merdeka, maka  semua pembelajaran dapat mendorong terbentuknya keterampilan berpikir kritis dan kreatif melalui pembelajaran berbasis projects, inquiry based, maupun pembelajaran STEM (Sains, Teknologi, Engeneering, Math). Selain itu di sekolah-sekolah internasional saat ini juga terus diberlakukan inovasi-inovasi pembelajaran yang mengimplementasikan pentingnya pertanyaan yang mendorong terbentuknya keterampilan berpikir tingkat tinggi (creative thinking) pada siswa dan pembelajaran yang lebih dalam (deeper learning). E Scheninger dalam bukunya “Desruptive Thinking” membahas tentang 4 type pertanyaan yang mendorong terjadinya pembelajaran yang lebih dalam (deeper learning). Penelitian oleh Tofade, Elsner, and Haines (2013) menyatakan :

 

Well-crafted questions lead to new insights, generate discussion, and promote the comprehensive exploration of subject matter. Poorly constructed questions can stifle learning by creating confusion, intimidating students, and limiting creative thinking.

Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dengan sangat baik, akan mendorong lahirnya ide atau pandangan baru, mendorong terjadinya diskusi, dan mempromosikan terjadinya eksporasi yang menyeluruh tentang materi yang sedang dipelajari. Namun pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dengan tidak baik, akan mengahampat pembelajaran, menimbulkan kebingungan, membuat beban siswa berat, dan membatasi creative thinking mereka.

Teachers most often ask lower-order, convergent questions that rely on students’ factual recall of prior knowledge rather than asking higher-order, divergent questions that promote deep thinking, requiring students to analyze and evaluate concepts.

Guru lebih sering menggunakan pertanyaan yang lower-order, pertanyaan konvergen yang hanya meminta siswa menghafal, menyebutkan pengetahuan yang mereka telah ketahui. Dibandingkan penggunaan pertanyaan yang higher-order, pertanyaan divergen yang mempromosikan berpikir mendalam, meminta siswa menganalisa dan mengevaluasi sebuah konsep.

shared four types of questions that can do just that while setting the stage for deeper learning. Below is a summary:

Menurut E Scheninger, 4 tipe pertanyaan yang dimaksud di atas adalah :

1.       Pertanyaan Open-Ended : pertanyaan yang meminta siswa agar dapat menjelaskan apa yang mereka pikirkan, apa pendapat mereka, apa ide mereka terhadap suatu materi, konsep, pengetahuan, informasi yang sedang mereka pelajari. Mereka diminta menyampaikannya, bisa tentang perasaan mereka, detail-detail yang mensupport pendapatnya, sikap mereka maupun apa saja yang menggambarkan pemahaman mendalam mereka terkait ide, pengetahun, informasi yang sedag dipelajarinya tersebut. Pertanyaan open ended ini tidak ada jawaban yang benar definitely maupun jawaban salah.

2.       Pertanyaan jenis Evidence-Based, pertanyaan yang menghendaki disertainya bukti-bukti yang mendukung dalam mengemukakan pendapat atau merespon  pertanyaan tersebut. Penggunaan bukti-bukti tersebut akan membawa siswa pada pemahaman yang lebih dalam tentang konten yang sedang dipelajarinya. “Dari mana kalian tahu bahwa “….”? Apa bukti yang mendukung pendapat kalian tentang “…”? Penggunaan pertanyaan jenis ini cocok digunakan saat melaksanakan metode debate, diskusi yang mendalam tentang sebuah topik yang sedang dipelajari di kelas.

3.       Pertanyaan jenis Critical Explanatio, dengan penggunaan kata tanya “Mengapa” atau “Bagaimana”, sehingga siswa dibawa untuk berpikir lebih dalam lagi saat menjawab sebuah pertanyaan atau permasalahan yang sedang dipelajarinya.  Jenis pertanyaan ini mengarahkan siswa untuk lebih berpikir kritis,  menemukan alasan atau argumen dari pendapatnya.

4.       Pertanyaaan jenis Dissenting Voice, jenis pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir dan mempertimbangkan pandangan yang berbeda dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya dari satu pertanyaan inti.

Menurut E Scheninger saat guru menggunakan tipe pertanyaan di atas, maka pembelajaran yang lebih mendalam (deep learning) menjadi nyata. Namun kita harus memperhatikan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Penggunaan Rigor Relevance Framework disarankan untuk dipraktekkan agar dapat lebih lagi meningkatkan penggunaan pertanyaan yang lebih baik lagi untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa.


Berikut bagan dari Rigor Relevance Framework





Bagan dari 4 type pertanyaan Pembelajaran Yang lebih Dalam

Kamis, 27 Januari 2022

Do and Don’t dalam pembelajaran model Hybrid Learning

 




Cristina Diaz (he is currently a 4th and 5th grade dual-language teacher in Downers Grove, Ill)

Lakukan (Do) :

1.      Upayakan anak yang belajar di rumah tetap merasakan menjadi bagian dari kelasnya secara fisik di sekolah.

a.      Pastikan mereka dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang sama

b.      Jika perlu ada bahan2 yang disiapkan untuk melakukan aktivitas, maka berikan kesempatan mereka mengambilnya di sekolah

c.       Anak dapat mengirim hasil dari aktivitasnya secara elektronik, dan guru mencetaknya dan jadi bukti fisik aktivitas yang mereka telah kerjakan.

2.     Berikan kesempatan mereka (anak di rumah dan di sekolah) berinteraksi satu dengan yang lainnya. Melalui breakout rooms, jamboard, kahoot, filpgrid. Atau app lainnya yang dapat memfasilitasi kita menjadikan mereka dalam kelas ini satu komunitas. Komunitas kelas, mereka punya rasa memiliki dan keterikatan pada komunitasnya ini.

3.     Set ekspektasi yang jelas mereka yang di rumah dan di sekolah. Misalnya saat di zoom room apa aturannya (menggunakan camera, bagaimana tingkat partisipasinya, dan bagaimana menjaga keamanannya). Saat di kelas apa yang mereka siapkan, kapan dan bagaimana mengirimkan tugas-tugas, dst.

4.     Berikan cara yang bervariasi untuk anak yang belajar dari rumah untuk memperlihatkan bahwa mereka terlibat penuh selama proses pembelajaran. Jangan menganggap karena mereka off camera, mereka tidak ada. Mereka dapat didorong agar dapat unmute, gunakan kolom chat, gunakan reaction dan hand signal  untuk berbicara.

5.     Ciptakan kreativitas dalam melakukan rutinitas mengawali hari melakukan kegiatan yang sama. Anak merasakan adanya rutinitas tersebut dan stabilitas dalam melakukan hal tersebut. Contoh rutinitas tersebut :

a.      Buat satu pertanyaan saat mengabsen anak, kemudian anak menjawab pertanyaan tersebut.

b.      Mulai hari dengan sapaan yang menyenangkan (fun greeting) atau class meeting (circle time) di pagi hari

c.       Ada review jadwal setiap harinya

d.      Ada petugas kelas (penyapa, pengabsen, pemonitor chat, co host untuk hari ini, dst)

6.     Teknologi support di kelas

Saya memastikan anak-anak di rumah dan di sekolah melihat hal yang sama saat saya mengajar. Anak yang di rumah bisa lihat di papan tulis, anak yang di rumah bisa melihat di zoom screen, dan speaker. Sehingga jika anak di rumah bicara, anak di sekolah dapat mendengarnya.

7.      Gunakan device ke 2 untuk memfasilitasi anak di rumah  melihat kelas nya. Melalui screen kedua tersebut, anak di rumah bisa lihat kelasnya, dan anak yang di kelas bisa lihat mereka yang di rumah.

8.     Perlu buat perayaan-perayaan kecil di kelas dengan anak-anak (seperti birthday, selesai melakukan kegiatan, atau ada kejuaraan2, ada kegiatan spirit day, atau class rewards

9.     Buat kesempatan untuk melakukan virtual fieldtrip, ambil dari tawaran-tawaran dari website, museum, atau anak-anak sendiri yang memilih dan mengorganisasikannya.

Jangan Lakukan (Don’t)

1.      Jangan berekspektasi mengikuti pacing yang sama saat melakukan di tahun yang lalu. Semua dapat berjalan lebih lama, dan itu ok saja.

2.     Jangan bersikap terlalu keras kepada diri juga ke anak-anak. Berterimakasih selalu pada diri dan anak-anak, jangan mudah kecil hati dan jangan jadikan personally saat melakukan kesalahan, karena kondisi ini suatu yang baru, bagi diri kita dan anak-anak.

3.     Jangan lupa mengatur unmute or mute sebagai guru (saya masih suka lupa)

4.     Jangan paksakan untuk hal yang belum dikuasai karena ingin mencontoh guru yang lain yang telah bisa. Pelajari terlebih dahulu. 2 atau 3 app yang kita kuasai dan anak-anak juga kuasai sudah bagus.

5.     Jangan lupa untuk jaga kesehatan mental diri sendiri. Mengajar dengan cara seperti ini tidaklah mudah, lakukan refreshing, tetaplah aktif, habiskan waktu dengan keluarga, tinggalkan tugas-tugas sekolah di tempatnya. Penting dilakukan agar kita dapat merecharge diri sehingga dapat memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita.

Refernsi : https://www.edweek.org/teaching-learning/opinion-strategies-for-teaching-students-online-face-to-face-at-the-same-time/2021/02

  

Jumat, 07 Januari 2022

6 CARA MEMBIMBING SISWA MENGERJAKAN KEGIATAN YANG LEBIH OTENTIK DALAM PBL

 Tulisan ini terjemahan dari artikel EDUTOPIA tentang PBL (PROJECT BASED LEARNING)


1.     BERIKAN SISWA  OTENTIK PERAN DALAM KEGIATAN

Siswa didorong untuk melakukan kegiatan dalam peran tertentu. Misalnya membuat prediksi (perkiraan/hipotesa), melakukan pengamatan dalam peran sebagai scientist. Menganalisa sumber-sumber sejarah secara kritis dalam peran sebagai seorang sejarawan. Menciptakan model matematika untuk membuat prediksi  dalam peran sebagai mathematician. Sebagai jurnalist yang bertugas menginvestigasi untuk mengidentifikasi suatu peristiwa dan mengkomunikasikannya menjadi berita. Seorang guru membantu siswanya memberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya mereka mempraktekkan peran-peran yang nyata dan bermakna. Pilih peran dan pilih kegiatan yang otentik.

 2. MEMPROMOSIKAN KEGIATAN EKSPLORASI PROBLEM DAN PERTANYAAN-PERTANYAAN

PBL didrive dari problem yang kompleks, problem yang membingungkan, pertanyaan-pertanyaan yang mendrive, atau puzzle-puzzle yang menarik menggambarkan suatu permasalahan. Saat menyajikan kegiatan dengan otentik peran sebagai  Historian, siswa diajak mengeksplorasi dengan pertanyaan yang mendrive apa yang sebenarnya terjadi pada masa lalu. Misalnya siswa dapat mencari tahu dari sumber-sumber yang dapat dipercaya apa peristiwa yang terjadi di Indonesia di Tahun 1964.

Saat menyajikan kegiatan dengan otentik peran sebagai Insinyur, siswa dapat mengeksplorasi problem bagaimana mendesain sebuah produk yang pas menjawab sebuah kebutuhan, seperti kebutuhan akan sebuah masalah bagaimana menciptakan tempat sampah kompos untuk menangani pembuangan sampah organik di sekolah.

Maka jika kita inginkan anak terlibat penuh pada kerja yang real,  hendaknya perlu kita mensupport mereka mengeksplorasi problem yang real dan juga mengekplorasikan pertanyaan-pertanyaannya.

 3.  MEMASTIKAN SISWA MENCIPTAKAN PRODUK OTENTIK

Saat siswa melakukan praktek otentik sebagai scientist, mereka menghasilkan investigasi science yang otentik dengan temuan2 scientific yang real.

Sebagai seorang photojurnalist, siswa dapat menghasilkan essay photo yang diambilnya dan mengandung pesan yang kompleks

Sebagai aktifis politik, siswa dapat menghasilkan proposal kebijakan yang real diperuntukkan pemerintahan mereka

Semua aktifitas di atas menggunakan PBL yang memberdayakan siswa untuk merancang, membuat dan memproduksi suatu produk otentik sebagai pengembangan pengetahuan dan keterampilan mereka

 4.     MENGUPAYAKAN AGAR SISWA DAPAT TERLIBAT/TERHUBUNG PENUH PADA PROJECT YANG DIBUAT

 Melalui PBL keterhubungan siswa secara personal dengan project yang sedang dilakukan sangat berpeluang. PBL dapat menciptakan kesempatan untuk hal tersebut melalui kegiatan eksplorasi maupun membuat pertanyaan-pertanyaan yang esensial. PBL memiliki potensi untuk memungkinkan siswa membawa diri mereka sepenuhnya ke pekerjaan mereka. Project dapat menciptakan peluang eksplisit bagi siswa untuk memanfaatkan pengalaman, perspektif dan nilai-nilai yang mereka miliki

Bagaimana caranya? Kita minta siswa memilih topik tertentu untuk dieksplorasi, atau memilih produk untuk dibuat. Mereka akan mengeluarkan pengetahuan, keyakinan dan nilai-nilai yang mereka miliki pada penyelesaian masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang mereka buat atas dasar kebutuhan atau bahkan menjadi minat mereka. Misalnya pada mata pelajaran Bahasa Inggris, siswa dapat menghasilkan sebuah karya tulis yang diilhami oleh pengalaman dan minat mereka sendiri.

 5.     MEMPROMOSIKAN IMPAK PADA AUDIENCE OTENTIK

 Biasanya impak dari kegiatan di kelas ada pada guru, yaiu feedback serta nilai dari guru. Pada kelas yang di drive dengan PBL, maka siswa dapat menciptakan produk yang mempunyai impak yang real dalam real komunitas.

Misalnya pada kegiatan eksplorasi peran otentik sebagai statisticians, siswa dapat melakukan analisis statistik menggunakan data yang real dan mengkonstruk argumen matematis yang dapat mereka presentasikan ke Pemilik Sekolah dalam rangka advokasi permasalahan yang mereka amati di sekolahnya.

Contoh lainnya bisa mempunyai peran literacy kritikus, siswa dapat mempublish majalah literasi dan mendistribusikannya ke semua anggota dari komunitas lokal mereka, atau komunitas yang lebih global lagi (komunitas penulis atau kritikus)

 6.     KLARIFIKASI ELEMENT PROJECTMU

a.     Question/Problem : siswa bereksplorasi

b.     Role : mereka memilih peran

c.     Personal Connection : mereka membuat koneksi personal

d.     Product : mereka bekerja menghasilkan produk

e.     Audience and Impact : dalam rangka memberikan layanan untuk audience yang berimpak

f.      Project Learning Goals : mereka mencapai tujuan project dengan mengalami hal di atas.

Berdasarkan element diatas, maka guru dapat menilai seberapa baik keterlibatan mereka dalam project tersebut, seberapa selarasnya tujuan project dengan pertanyaan yang dieksplorasi mereka, dengan peran yang mereka pilih, dan produk yang mereka hasilkan.

Misalnya : Siswa mengambil peran sebagai scientist, apakah mereka terlibat dengan pertanyaan yang akan diekplorasi secara otentik, apakah benar-benar menghasilkan sesuatu produk keilmuan? Apakah mereka membangun pengetahuan dan mengembangkan keterampilan yang bermanfaat dan bermakna di bidang sains, dalam konteks kehidupan mereka dan komunitas mereka?

 Referensi : https://www.edutopia.org/article/6-ways-guide-students-more-authentic-work-pbl


INSIGHT  TERHADAP ARTIKEL  INI :

Inspirasi bagi kita bagaimana kita bisa menerapkan Project Based Learning dalam pembelajaran kita di kelas. 

Dari artikel ini kita jadi memahami PBL itu mesti dilakukan secara otentik seperti yang dituliskan pada point 5 di atas


Senin, 11 Oktober 2021

Mengajar dengan Cooperative Learning, Pentingkah?

 


Di sebuah sekolah seorang guru sedang mengajar pelajaran Fisika kepada anak-anaknya di kelas 8 SMP. Di dalam kelas ada anak yang hadir di kelas dan ada yang hadir secara online, guru melakukan pembelajaran secara hybrid. Ini sesuai dengan kebijakan pemerintah mengingat situasi masih PPKM karena pandemi covid 19.

Kegiatan awal digunakan untuk mengabsen anak-anak satu per satu. Guru berkenalan dengan anak karena ini pertemuan pertamanya di kelas tersebut. Setelah itu guru melakukan tanya jawab materi fisika tentang Gerak dan konsep lainnya pada materi ini, diantaranya tentang GLB, GLBB, Titik Acuan, Jarak dan Perpindahan. Beberapa siswa menjawab secara spontan dan yang lain menjawab setelah dipanggil namanya. Guru membagi perhatian antara yang di kelas dan di rumah dengan adil. Di dalam penjelasan guru tersebut disertai dengan penyajian gambar yang menunjukkan tentang konsep gerak, jarak, dan perpindahan. Juga disajikan contoh-contoh soal tentang konsep tersebut. Setelah kegiatan berjalan 1 jam (60 menit) guru menutup kegiatan pembelajarannya di kelas.

Pertanyaannya : 1. bagaimana keterlibatan anak pada kegiatan di atas? Manakah yang lebih aktif? Guru atau anak ?


Melihat gambaran cerita di atas maka terlihat keaktifan anak belum optimal, guru baru menjadikan anak sebagai obyek dari pembelajarannya, guru masih menggunakan teacher centered approach. Pembelajaran seperti ini secara umum masih ditemukan di kelas-kelas, dan menyebabkan anak kurang keterlibatannya pada pembelajaran yang mereka dapat di sekolah. Pembelajaran akan efektif saat guru menggunakan student centered approach. Pembelajaran yang melibatkan anak secara aktif pada kegiatan yang disajikan guru di kelas. Anak sebagai subyek pembelajarannya. Salah satu strateginya melalui cooperative learning strategy.

Cooperative Learning, sometimes called small-group learning, is an instructional strategy in which small groups of students work together on a common task (https://www.teachervision.com/professional-development/cooperative-learning)

Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran kelompok. Anak mengerjakan tugas secara bersama-sama dalam satu kelompok kecil. Contoh metode pada cooperative learning strategy diantaranya number head together, zigsaw, think pair share, turn and talk, discussion, dan masih banyak lagi.
Bagaimana cooperative learning dipraktekkan pada pembelajaran? Esensinya cooperative learning dipraktekkan dengan membagi anak dalam beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas bersama-sama. Mereka saling berdiskusi di dalam kelompok mereka. Masing-masing anggota didorong untuk berpikir menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Mereka saling bertukar pikiran pemahaman mereka terhadap materi yang diberikan. Menganalisis permasalahan, mengeneralisasikan dan memberikan keputusan secara bersama tentang materi yang sedang dipelajari. Tugas yang diberikan dapat berupa pertanyaan singkat untuk menguji pemahaman anak baik di awal atau di akhir, maupun berupa perintah penyelesaian masalah yang lebih kompleks dalam proses penanaman pemahaman anak yang lebih dalam terhadap sebuah materi.

Apa manfaatnya pembelajaran cooperative learning untuk anak sebagai pembelajar?
1. menjadikan anak lebih bertanggungjawab dan rasa memiliki terhadap pembelajaran yang sedang dilakukannya,
2. menjadikan anak lebih aktif interaktif dengan kawannya didalam kelompoknya, 3.menjadikan anak lebih terlatih keterampilan berpikirnya, dengan melakukan diskusi dan saling berbagi pendapat untuk menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya,
4. dapat meningkatkan student achievement, self esteem, meta cognitive, kecerdasan emosi (psychological health),
5. Melatih keterampilan kolaborasi dan komunikasi yang sangat diperlukan anak di masa depannya

The authors of Classroom Instruction that Works cite research showing that organizing students in cooperative learning groups can lead to a gain as high as 28 percentiles in measured student achievement (Marzano, Pickering, and Pollock 2001).(https://www.teachervision.com/professional-development/cooperative-learning)
Other researchers report that cooperation typically results in higher group and individual achievement, healthier relationships with peers, more metacognition, and greater psychological health and self-esteem (Johnson and Johnson 1989). (https://www.teachervision.com/professional-development/cooperative-learning)

Bagaimana kegiatan guru di atas? Dapatkah disajikan dengan Cooperative Learning?

Pembukaan : (1) Berikan penjelasan pada anak apa tujuan kita belajar tentang Materi Gerak, meliputi konsep-konsep apa saja, apa contoh penyelesaian masalah sehari-hari yang ditemukan sehingga anak perlu belajar tentang materi ini. Apa profesi yang berhubungan dengan aplikasi ilmu tentang materi Gerak dan konsep-konsep lainnya. (2) Ajak anak berdiskusi ilmu apa yang sebelumnya berhubungan dengan konsep Gerak ini? Galilah pemahaman mereka tentang konsep tersebut.

Kegiatan inti : Bagi anak beberapa kelompok. Tentukan metode yang akan digunakan (think pair share, turn and talk, zigsaw, dst). Berikan tugas sesuai dengan metode yang digunakan tersebut. Salah satunya dapat menyelesaikan tugas berdiskusi tentang pertanyaan yang guru berikan, atau dapat diberikan sebuah percobaan dengan berbagai benda. Mereka diminta temukan dan memberikan kesimpulan tentang gerak dan konsep yang meliputinya. Setelah nya berikan contoh soal penyelesaian masalah pada materi ini. Berikan waktu mereka mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.

Penutup : melakukan refleksi, sejauh mana keterlibatan mereka pada pembelajarannya, sejauh mana pemahaman yang mereka dapati dan berikan reviewnya, atau tugas homework mengerjakan soal penyelesaian masalah sebanyak 5 soal, dan menjadi ticket masuk kelas pertemuan berikutnya.

Pembelajaran dengan cooperative learning sangat penting menjadi perhatian guru. Usahakan setiap pembelajaran yang dilakukan di kelasnya dilakukan dengan strategi ini. Ini sangat penting dilakukan karena anak makhluk sosial yang membutuhkan mereka berinteraksi dengan sesamanya, dan mengingat anak belajar dengan cara mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian akan tercipta pengalaman belajar yang menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan student achievement (prestasi belajar) mereka.

Minggu, 19 September 2021

Melatih Kreativitas Melalui De Bono Six Thinking Hats dan Permainan Lego (Lego Serious Play)



1. DE BONO SIX THINKING HATS

De Bono SIx Thinking Hats merupakan sebuah teknik penyelesaian masalah dari Edward De Bono. Kegiatan diskusi dengan menggunakan De Bono SIx thinking hat membantu kita dalam menyelesaikan masalah dan  pengambilan keputusan yang efektif. 

De Bono SIx Thinking Hats mengenalkan 6 tahap berpikir menggunakan 6 topi :

  1. topi putih

  2. topi merah

  3. topi kuning

  4. topi hitam

  5. topi biru

  6. topi hijau

Tahapan kegiatan :

  1. Gunakan topi putih untuk mengumpulkan informasi dan data yang diperlukan.
  2. Gunakan topi merah melambangkan perasaan dan pendapat subjektif.
  3. Gunakan topi kuning untuk melihat sisi positif dari setiap ide dalam penyelesaian masalah yang muncul.
  4. Gunakan topi hitam untuk melihat sisi negatif dari setiap ide dalam penyelesaian masalah yang muncul.
  5. Gunakan topi biru untuk mengontrol pemikiran dan ide-ide yang muncul setiap topi sehingga dapat diambil keputusan untuk penyelesaian masalah yang sedang dilakukan.
  6. Gunakan topi hijau untuk mengembangkan sebuah keputusan yang diambil agar dapat dijalankan dengan baik. 

Kegiatan diskusi dengan De Bono Six Thinking Hats dapat dijalankan melalui strategi pembelajaran problem based learning. 

Anak juga bisa dilatih di rumah untuk menyelesaikan masalah yang sangat diperlukan mereka dalam mengambil keputusan yang tepat. Misalnya saat bagaimana menyelesaikan masalah pergaulan mereka dengan kawan-kawannya. Biasanya anak remaja sering menghadapi masalah tersebut. Agar mereka bisa berpikir objektif dan adil dalam mengambil keputusan maka latihlah mereka dengan langkah kegiatan di atas. 

2. LEGO SERIOUS PLAY

Tentu kita pernah bermain dengan LEGO, membangun sebuah bentuk bermacam-macamdengan menyambung piece of LEGO.Bermain dengan LEGO menarik bagi banyak orang dari semua rentang usia,latar belakang pendidikan atau sosial.Bermain dengan LEGO memerlukan ketekunan dan ternyata ini melatih kreatifitas.Bermain dengan LEGO melatih lahirnya ide-ide kreatif yang dilakukan oleh tangan kitamembantu dan membangun sebuah ide menjadi nyata. 

Tahapan bermain dengan LEGO :

  • Berikan pertanyaan yang berhubungan dengan tema yang dekat pada anak.
  • Misalnya tema transportasi. “Kalau kalian nanti menjadi pilot, pesawat yang seperti apa yang ingin kalian terbangkan?” 
  • Biarkan anak berimajinasi dengan diberikan berbagai gambar pesawat. Mereka mengamati  gambar tersebut dan mulai berpikir. 
  • Mereka akan menjawab dengan berbagai ide yang mereka pikirkan. 
  • Berikan lego dengan berbagai ukuran dan sesuaikan yang disesuaikan dengan usia mereka.
  • Biarkan mereka membangun pesawat hasil imajinasi mereka 
  • Minta mereka untuk menceritakan pesawat yang telah mereka bentuk
  • Ajak mereka mengeksplorasikan hasil kreasinya. 
  • Berikan refleksi di akhir kegiatan atas hasil yang telah mereka buat. 

Konsep apa saja yang bisa anak praktekan dalam bermain lego ?

  1. Bangun ruang

  2. Besar kecil

  3. Perbandingan 

  4. Kesimbangan

  5. Gerak 

  6. Kesehatan

  7. Fauna

  8. Flora

  9. Antariksa 

  10. dan lain-lain

Semua konsep bisa dipraktekkan dalam bermain LEGO, karena semua bentuk dapat diciptakanpada permainan LEGO. 

Saat ini LEGO SERIOUS PLAY menjadi sebuah metode yang digunakan banyak perusahaan untuk mengembangkan kreativitas dan problem solving. 


Minggu, 01 Agustus 2021

Station Rotation Pada Blended Learning.

 

Apa yang dimaksud dengan Blended Learning (BL)?

Blended instruction is what the teacher does with technology. Blended learning is where students use tech to have control over path, place, and pace.

BL adalah pembelajaran berbasis teknologi. Siswa dapat menjalani proses belajarnya dengan menggunakan teknologi, dan mereka dapat mengontrol jalan (path), tempat (place) dan tempo (pace) mereka dalam belajar.


 

Gambar 1 di atas menjelaskan bahwa di dalam pembelajaran model blended learning ada 4 elemen yang harus diperhatikan yaitu (1) Targeted Instruction, (2) Collaborative Experience, (3) Independent Work, (4) Adaptive tools. Gambar 2 menjelaskan bahwa elemen inti dari Personalized Learning ada 4 yaitu (1) Targeted Instruction, (2) Data Driven Decisions, (3) Student Reflection and Ownership, (4) Flexible Content and Tools. Kedua gambar ini saling berhubungan.

Personalized learning is all about one thing: transforming classroom instruction by tailoring tasks, instruction, and assessment to meet each student’s needs and abilities.

Personalized Learning (PL) menunjukkan bahwa transformasi pembelajaran kelas yang  disetting berdasarkan kemampuan dan kebutuhan anak mulai dari kegiatan pembelajarannya, tugas-tugas dan penilaian. 

Yang dimaksud targeted instruction pada PL  yaitu kegiatan pembelajaran selaras dengan kebutuhan anak dan tujuan pembelajaran. Pembagian kelompok dan kegiatan pembelajaran yang digunakan, disusun berdasarkan  data yang sudah diambil ( profiling anak). Student reflection  terus dilakukan pada PL. Anak didorong untuk merefleksikan pengalaman belajarnya. Dengan kegiatan refleksi ini akan membuat kepemilikian anak terhadap kegiatan belajarnya. Flexible content and Tool elemen terakhir dari PL, yaitu material (digital tool atau non digital tool) mensupport pemahaman konten yang digunakan mengakomodir terbukanya path (jalan), pace (tempo), dan kinerja anak dalam melakukan tugas-tugasnya.

Elemen PL di atas juga bagian dari pelaksanaan BL, yang didalamnya mensyaratkan adanya targeted intruction and adaptive tool (= flexible content and tools). Selain itu BL mendorong adanya collaborative experience yaitu pengalaman belajar dengan berkolaborasi dalam kelompok, dan independent work yaitu anak melakukan tugas individu  secara mandiri. Dengan demikian maka BL merupakan bagian dari pelaksanaan PL.

Bagaimana Station Rotation  (SR) diimplementasikan dalam Blended Learning (BL)

Salah satu strategi menjalankan BL adalah station rotation. Station dapat diartikan juga dengan center. Pada strategi ini anak dibagi beberapa kelompok kemudian dirotasi untuk melakukan kegiatan di setiap station (center), dengan durasi yang telah ditentukan. Pembagian kelompok anak berdasarkan profiling anak (sesuai kebutuhannya (need),  kemampuannya (abilities), learning style, atau  Multiple Intelligences).  

Kegiatan berlangsung sesuai waktu yang tersedia dan dibagi menjadi 5 kegiatan dalam 5 station. Diawali dengan mini lesson atau kegiatan opening menjadi  kegiatan pertama. Kegiatan ini berlangsung hanya 10 menit*, guru menjelaskan materi yang akan dipelajari hari itu, membuat koneksi dengan prior knowledge anak (making connection) kemudian guru menjelaskan tentang point pembelajaran hari itu. Guru dapat memberikan 1 pertanyaan yang menjadi point dalam pembelajarannya. Guru menjelaskan kegiatan-kegiatan  station dan mengingatkan aturan-aturan yang telah disepakati.

Kemudian kegiatan ke-2, 3 dan 4 adalah kegiatan anak di masing-masing station. Setiap anak bergantian mengikuti kegiatan di setiap station dalam waktu yang telah ditentukan. Misalnya (30 menit : 3 station = @ 10 menit) . Banyaknya station dapat terdiri atas 3 atau 4 station (TK atau SD) dan 2-3 (untuk SMP-SMA).

Station 1/teacher station : Targeted instruction. Guru berada pada station ini untuk memberikan penjelasan tentang materi yang sedang dipelajari. Guru bisa memberikan pembimbingan khusus untuk anak yang memerlukan. Kegiatan dapat berbentuk kegiatan  drawing picture in a piece of paper, show and tell,  tentang materi yang akan dipelajari.

 Station 2/ asychronous task station : Personalized or adaptive learning. Anak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan melalui digital tools. Anak dapat melakukan research tentang materi yang belum diketahuinya, menganalisa, mengevaluasi dan memberikan sintesa mereka. Anak dapat mengerjakan problem solving sheet yang telah diupload guru pada platform yang digunakan. Anak dapat menonton video yang relevan dengan materi yang telah disediakan guru.

 Station 3/ hand on station : independent or colaborative work. Anak dapat mengerjakan eksperimen atau memanipulasi  material yang telah disediakan guru untuk mengeksplorasi pemahamannya terhadap materi yang sedang dipelajarinya. Anak dapat berdiskusi dalam kelompok melalui metode think-pair-share atau turn and talk tentang apa yang telah mereka pahami.

Terakhir, kegiatan ke 5 adalah kegiatan closure (penutup). Guru dapat memberikan formative asesment, apakah anak sudah mencapai tujuan pembelajaran hari itu. Guru bisa melakukannya secara singkat dan klasikal, menggunakan digital tools yang dikuasai. Anak dapat merefkesikan pengalaman belajarnya hari itu. What I have learned, What I want to know much better, What I can do for understanding this content better. Guru bisa memfasilitasi mereka melakukan refleksi dengan digital tools yang dikuasai (padlet, wakelet, dll)

 Semua kegiatan pada strategi SR dapat dilakukan secara online dan offline. Anak  ada yang di rumah dan  ada yang di sekolah.

Manfaat penggunakan startegi SR ini diantaranya mendorong terlatihnya keterampilan Self Regulation (kedisiplinan) dan Time management (Manajemen waktu)  pada diri anak. Jika SR ini dapat berjalan secara efektif. Nah..bagaimana agar SR berjalan dengan efektif yaitu kuncinya ada pada penyusunan lesson plan yang integral dan fokus pada need and abilities anak yang  sesuai dengan tujuan pembelajarannya.

 

Referensi :

https://esheninger.blogspot.com/2021/07/blending-with-station-rotation-model.html

https://www.edelements.com/personalized-learning

https://twowritingteachers.org/2014/08/14/how-to-plan-a-minilesson-from-scratch/

https://www.youtube.com/watch?v=9zCoYtvxut8

 

Sabtu, 10 Juli 2021

EQUITY PADA PEMBELAJARAN

 


Definisi “Equity” menurut Webster’s New Collegiate Dictionary adalah ‘ Suatu keadilan (justice) berdasarkan hukum alam asasi manusia serta bebas dari bias dan ‘favoritism’. Definisi “Equity” menurut American Heritage Dictionary adalah: Kondisi/keadaan yang adil, tidak parsial, dan fair. Pada kamus besar salah satunya bermakna berarti ketakberpihakan, adil, tak berat sebelah.

Hal yang menunjukkan equity pada pembelajaran ditunjukkan pada  bahwa pendidik mengakomodir semua gaya belajar anak (visual, auditori dan kinestetik) dan multiple intelegences mereka.

Apa strateginya?

a.       Station rotation : Rotasi kegiatan dalam durasi tertentu yang tediri atas :

§  Kegiatan Klasikal yang dapat dilakukan melalui direct teaching (mini lesson)

§  Rotasi Kegiatan : anak dibagi beberapa kelompok dan melakukan kegiatan sesuai dengan kebutuhan  (need) mereka yang telah dipetakan terlebih dahulu oleh pendidik.

§  Rotasi kegiatan disediakan untuk anak berdasarkan tujuan pembelajaran dalam kurikulum, bisa meliputi kegiatan mandiri per anak  (independet working), kegiatan kolaboratif (tugas kelompok), penggunaan teknologi dalam pembelajaran adaptif (adaptive learning tools)

§  Kegiatan di set sesuai waktu yang tersedia yang ditentukan menyesuaikan dengan obejective pembelajarannya.

§  Contoh seperti gambar di bawah ini :


a.       Choice board memberikan kepada anak kebebasan memilih kegiatan yang menarik mereka (interest) dan mereka dapat lakukan di kelas atau di rumah (at distance). Tic Tac Toe merupakan choice board yang dapat digunakan. Dengan Choice board anak jadi pemilik dari pembelajarannya dan mengakomodir perbedaan sehingga kesetaraan dalam penmbelajaran dapat terlihat, tentunya juga choice board ini memberikan flesibelitas selama anak melakukan home learning.

Guru dapat memberikan scaffolded (bimbingan lebih untuk membantu anak mencapai kompetensi yang akan dicapai) jika ditemui ada anak yang membutuhkannya.

b.      Playlist yang dibuat berisikan kegiatan-kegiatan yang akan diselesaikan anak  dalam format tersebut. Kolom Activity  kolom DIrection (perintah) Kolom notes kolom tanggal penyelesaian. Seperti contoh di bawah ini :

 Dystopian Literature Book Club Playlist: This playlist is designed to help guide you and your group as you read your chosen Dystopian Literature novel.  Although there are some strict deadlines, it allows your group to move at your own pace and focus on what you, as a group, find interesting and important.    Follow the directions for each activity and let’s start this journey together!  See the book choices here.  

 Important dates to Remember:

Group Project Check-in Due:  One week before the project is due

Final Group E-Book Project must be submitted by:

Guru berkreatifitas menentukan kegiatan dan resources-resource yang relevan  dengan tujuan pembelajarannya. Play list semacam tugas anak dalam bentuk digital  chart agar anak dapat mengerjakannya sesuai dengan kecepatannya dan ini merupakan bentuk equity dalam pemebalajaran.

a.   Flipped Lesson model, guru memberikan video pembelajaran singkat yang membahas tentang konsep yang dipelajari anak, termasuk di dalamnya video materi, video kuis, video model penyelesaian, praktik terbimbing atau mandiri. Kemudian di kelas guru memberikan bimbingan bagi anak yang membutuhkan.

Setelah strategi di atas dilaksanakan, guru perlu memberikan tes formatif untuk memastikan penguasaan anak terhadap pencapaian tujuan pembelajarannya. Agar lebih mencerminkan equity maka semua ini dapat di akses anak baik di kelas maupun di rumah. Path of equity (Lajur kesetaraan)  pada pembelajaran dimulai dan diakhiri dengan bagaimana anak menggunakan waktunya mengerjakan kegiatan sesuai dengan need (kebutuhan) dan minat (ketertarikan) mereka yang allign (sesuai) dengan tujuan pembelajaran dalam kurikulum yang menjadi tanggung jawab pendidik menfasilitasi mereka untuk mencapainya.

 

Referensi : 

http://esheninger.blogspot.com/2021/06/a-path-to-equity.html

https://www.cultofpedagogy.com/student-playlists-differentiation/