Senin, 24 Maret 2014

Pembelajaran Teks dalam Kurikulum 2013

Oleh: Mahsun
Kepala Badan Pegembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud
Dari sudut pandang teori semiotika sosial, teks merupakan suatu proses sosial yang berorientasi pada suatu tujuan sosial. Tujuan sosial yang hendak dicapai memiliki ranah-ranah pemunculan yang disebut konteks situasi. Sementara itu, proses sosial akan berlangsung jika terdapat sarana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan kata lain, proses sosial akan merefleksikan diri menjadi bahasa dalam konteks situasi tertentu sesuai tujuan proses sosial yang hendak dicapai. Bahasa yang muncul berdasarkan konteks situasi inilah yang menghasilkan register atau bahasa sebagai teks.
Oleh karena konteks situasi pemakaian bahasa itu sangat beragam, maka akan beragam pula jenis teks. Selanjutnya, proses sosial yang berlangsung selalu memiliki muatan nilai-nilai atau norma-norma kultural. Nilai-nilai atau norma-norma kultural yang direalisasikan dalam suatu proses sosial itulah yang disebut genre. Satu genre dapat muncul dalam berbagai jenis teks. Misalnya genre cerita, di antaranya, dapat muncul dalam bentuk teks: cerita ulang, anekdot, eksemplum, dan naratif, dengan struktur teks (struktur berpikir) yang berbeda; tidak berstruktur tunggal seperti dipahami dalam kurikulum bahasa Indonesia pada KTSP, yang semua jenis teks berstruktur: pembuka, isi, dan penutup (periksa KD BI, kelas XI, semester 2, butir: 12.2).
Pada jenis teks cerita ulang (recount) unsur utamanya berupa peristiwa yang di dalamnya menyangkut siapa, mengalami apa, pada waktu lampau, dengan struktur: orientasi (pengenalan pelaku, tempat, dan waktu) diikuti rekaman kejadian; pada teks anekdot, peristiwa yang terdapat pada teks cerita ulang harus menimbulkan krisis. Partisipan yang terlibat bereaksi pada peristiwa itu, sehingga teksnya berstruktur: orientasi, krisis, lalu diikuti reaksi. Berbeda dengan eksemplum, pada jenis teks ini peristiwa yang terdapat pada teks cerita ulang maupun anekdot memunculkan insiden, dan dari insiden itu muncul interpretasi (perenungan). Dengan demikian, teks jenis ini berstruktur: orientasi, insiden, lalu diikuti interpretasi. Adapun jenis teks naratif, peristiwa yang diceritakan harus memunculkan konflik antartokoh atau konflik pelaku dengan dirinya sendiri atau dengan lingkungannya. Oleh karena itu, teks naratif berstruktur: orientasi, komplikasi, dan resolusi. Setiap struktur teks dalam masing-masing jenis teks memiliki perangkat-perangkat kebahasaan yang digunakan untuk mengekspresikan pikiran yang dikehendaki dan secara terpadu diorientasikan pada pencapaian tujuan sosial teks secara menyeluruh. Untuk itu, pembicaraan ihwal satuan leksikal, gramatikal (tata bahasa) dalam pembelajaran berbasis teks harus berupa pembicaraan tentang satuan kebahasaan yang berhubungan dengan struktur berpikir yang menjadi tujuan sosial teks, bukan dalam bentuk serpihan-serpihan.
Dalam teori genre, terdapat dua konteks yang melatarbelakangi kehadiran suatu teks, yaitu konteks budaya (yang di dalamnya ada nilai dan norma kultural yang akan mewejawantahkan diri melalui proses sosial) dan konteks situasi yang di dalamnya terdapat: pesan yang hendak dikomunikasikan (medan/field), pelaku yang dituju (pelibat/tenor), dan format bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan itu (sarana/mode). Hadirnya konteks budaya dalam teks dapat ditunjukkan, misalnya pada teks laporan dan teks deskripsi. Kedua teks ini sama-sama dikelompokkan ke dalam genre faktual, tetapi memiliki struktur teks dan nilai/norma yang melatarbelakangi berbeda. Teks laporan berstruktur: klasifikasi umum lalu diikuti deskripsi bagian, sedangkan teks deskripsi bersruktur: deskripsi umum diikuti deskripsi bagian-bagian. Satuan leksikogramatikal yang terdapat pada teks laporan harus mendukung nilai-nilai objektif, faktual bukan opini serta bersifat generik, sedangkan pada teks deskripsi satuan leksikogramatika yang merupakan opini ataupun tanggapan yang bersifat subjektif masih dapat dimunculkan dan lebih bersifat spesifik. Itu sebabnya, dalam pembelajaran bahasa berbasis teks tidak boleh dilihat bahasa secara parsial, melainkan secara utuh. Pembelajaran bahasa berbasis teks bukanlah belajar keping-keping atau serpih-serpih tentang bahasa yang cenderung bertujuan menghafal.
Pilihan pada pembelajaran bahasa berbasis teks membawa implikasi metodologis pada pembelajaran yang bertahap. Mulai dari kegiatan guru membangun konteks, dilanjutkan dengan kegiatan pemodelan, membangun teks secara bersama-sama, sampai pada membangun teks secara mandiri. Hal ini dilakukan karena teks merupakan satuan bahasa yang mengandung pikiran dengan struktur yang lengkap. Guru harus benar-benar meyakini bahwa pada akhirnya siswa mampu menyajikan teks secara mandiri.
Kehadiran konteks budaya, selain konteks situasi yang melatarbelakangi lahirnya suatu teks menunjukkan adanya kesejajaran antara pembelajaran berbasis teks (konsep bahasa) dengan filosofi pengembangan Kurikulum 2013, khusunya yang terkait dengan rumusan kebutuhan kompetensi peserta didik dalam bentuk kompetensi inti (KI) atas domein sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi inti yang menyangkut sikap, baik sikap spiritual (KI: A) maupun sikap sosial (KI: B) terkait dengan konsep kebahasaan tentang nilai, norma kultural, serta konteks sosial yang menjadi dasar terbentuknya register (bahasa sebagai teks); kompetensi inti yang menyangkut pengetahuan (KI: C) dan keterampilan (KI: D) terkait langsung dengan konsep kebahasaan yang berhubungan dengan proses sosial (genre) dan register (bahasa sebagai teks). Selain itu, antarkompetensi dasar (KD) yang dikelompokkan berdasarkan KI tersebut memiliki hubungan pendasaran satu sama lain. Ketercapaian KD dalam kelompok KI: A dan B ditentukan oleh ketercapaian KD dalam kelompok KI: C dan D. KD dalam kelompok KI: A dan B bukan untuk diajarkan melainkan implikasi dari ketercapaian KD dalam kelompok KI: C dan D. Oleh karena itu pula, mengkritisi keberadaan KD-KD dalam Kurikulum 2013, termasuk tentang Kurikulum Bahasa Indonesia secara lepas, berdiri sendiri mengakibatkan munculnya tanggapan yang menyesatkan. Jika rumusan KD tentang sikap dihubungkan dengan KD tentang pengetahuan dan keterampilan, tentu pernyataannya tentang tidak logisnya rumusan KD, dalam Kurikulum 2013, seperti dinyatakan Acep (Kompas, 18 Maret 2013), tidak akan muncul.
Begitu pula jika, KD tentang pengetahuan yang dikritisi itu dihubungkan dengan KD tentang keterampilan, maka pernyataan bahwa Kurikulum 2013 hanya akan menghasilkan siswa penghafal, seperti dinyatakan Bambang (Kompas, 20 Maret 2013) tidak akan lahir. Selanjutnya, jika dibandingkan antara KD yang dirumuskan dalam Kurikulum 2013 dengan KD dalam KTSP, maka terdapat beberapa persamaan dan perbedaan yang mendasar. Persamaannya, kedua kurikulum itu menampilkan teks sebagai butir-butir KD. Sebagai contoh, dalam KTSP (2006) untuk kelas I, dan kelas IV semester 1, ditemukan KD 2.3: “Mendeskripsikan benda-benda di sekitar dan fungsi anggota tubuh dengan kalimat sederhana” dan KD 4.2: “Menulis petunjuk untuk melakukan sesuatu atau penjelasan tentang cara membuat sesuatu”. Bandingkan rumusan KD itu dengan KD dalam Kurikulum 2013 kelas 1 SD pada aspek pengetahuan: (a) KD3.1:“Mengenal Teks deskriptif tentang anggota tubuh dan panca indera …”; (b) KD 3.2: “Mengenal teks petunjuk/arahan tentang perawatan tubuh serta pemeliharaan kesehatan dan …”. Baik pada KTSP maupun pada Kurikulum 2013 teks disajikan sebagai butir-butir yang dicantumkan sebagai KD, tidak seperti yang dinyatakan Bambang. Hanya saja, pada Kurikulum 2013 dibedakan antara KD yang berhubungan dengan aspek pengetahuan, kerampilan, dan sikap. Adapun perbedaannya, KD pada KTSP masih banyak yang disusun berdasarkan pandangan linguistik struktural, misalnya: rumusan KD kelas I semester 1 berikut. KD 3.1: “Membaca nyaring suku kata, kata dengan lafal yang tepat” dan KD 3.2: “Membaca nyaring kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat”. Kedua rumusan KD ini mencerminkan pembelajaran kompetensi berbahasa yang bersifat struktural, dari kemampuan melafalkan unsur bahasa yang terkecil: suku kata, meningkat ke pelafalan kata, dan diteruskan ke pelafalan kalimat, bahkan sampai ke teks (cermati KD kelas II, semester 2, butir 7.1: “Membaca nyaring teks (15-20 kalimat) dengan memperhatikan lafal dan intonasi yang tepat”. Dengan mencermati KD-KD-nya, maka penyusunan kurikulum bahasa Indonesia pada KTSP dapat dikatakan dilakukan dengan setengah berlandaskan pendekatan struktural dan setengahnya lagi berlandaskan pada pendekatan teks. Bahkan masih terdapat pencampuradukan antara konsep teks dengan paragrap. Cermati KD Kelas X, semester 1: 4.2: “Menulis hasil observasi dalam bentuk paragrap deskriptif”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kurikulum bahasa Indonesia sejak Kurikulum 1994 sampai KTSP yang didengung-dengungkan berbasis kontekstual adalah tidak sepenuhnya benar. Berbeda jauh dengan Kurikulum 2013 yang sepenuhnya berbasisi teks. ***

Rabu, 19 Februari 2014

Belajar dari negara tetangga

Negara yang memuliakan Pendidikan, di antaranya : 1. Malaysia Pada masa sebelum datangnya Inggris ke tanah melayu pendidikan di malaysi a dikenal dengan cara pendidikan ala pesantren yaitu dengan mengaji dan menghafal alqur’an. Kemudian saat penjajahan Inggirs pendidikan diberikan dengan cara yang berbeda-beda menurut etnik yang ada yaitu melayu, CIna dan India. Mereka dibeda-bedakan perkelasnya tidak digabung sehingga memnyebabkan perpecahan di masyarakatnya. Pasca kemerdekaannya 1957 mulailah pendidikan di Malaysia bangkit dikeluarkan dengan dikeluarkannya Akta Pendidikan 1961 oleh kerajaan yang mendasari Malaysia membangun sistem pendidikan yang memadukan keberagaman bangsa yang ada di Negara tersebut, sehingga timbul rasa kebangsaannya. Dilanjutkan pada masa 1969 Pihak kerajaan telah mewujudkan Dasar Ekonomi Baru (DEB) yang bertujuan mencapai perpaduan negara dan integrasi nasional., termasuk pada sistem pendidikanya. Pada masa tahun 1971-1975, rancangan pendidikan negara ditujukan pada tiga bidang, yaitu: (1) menyatukan sistem pelajaran untuk mencapai perpaduan negara, (2) memperluaskan rancangan pelajaran untuk mencapai keperluan SDM bagi negara , dan (3) memperbaiki mutu pelajaran ke arah mencapai masyarakat yang maju berasaskan sains dan teknologi modern. Kemudian Negara memberlakukan kebijakan bahasa malayu sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, kemudahan sekolah di luar negri dan juga mendatangkan guru-guru untuk mengajar di sekolah mereka serta meningkatkan mutu pelajaran. DI tahun 1983 diberlakukan sebuah kurikulum untuk sekolah rendah dan tahun 1989 kurikulum untuk sekolah menengah, yang memiliki tujuan yang sama yiatu memadukan semua etnik dan bangsa yang menjadi masyarakat dan warga Negaranya (India, Melayu dan Cina). Kemudian di era thun 1991 dicanangkan kembali oleh kerajaan sebuah rancangan baru terkait pembangunan diberi nama Dasar pembangunan Negara (DPN) 1991-2000.Termaktub didalamnya tentang sector pendidikan bahwa Kerajaan akan menjadikan system pendidikan Malaysia bertaraf dunia, Pada tahun 1991 pula diperkenalkan oleh mantan perdana mentri Malaysia, Mahatihit Mohammad sebuah Wawasan 2020 atau Visi 2020 Visi ini berisi bahwa negara Malaysia akan menjadi negara maju, modern dan berjaya pada tahun 2020. bukan hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga bidang-bidang politik, sosial, kerohanian, psikologi, serta juga persatuan nasional dan sosial. Semua ini juga melibatkan persoalan keadilan sosial, kestabilan politik, sistem pemerintahan, kualitas hidup, nilai sosial dan kerohanian dan juga keyakinan. Bahkan mempunyai misi utamanya adalah Pendidikan Bermutu sebagai pilar utama untuk mencapai visi 2020 tersebut. Di Bidang pendidikan, kementrian Pelajaran Malaysia telah menetapkan sebuah tujuan pendidikannya yaitu melahirkan bangsa Malaysia yang taat, setia, bersatupadu, beriman, berakhlak mulia, berilmu, berketrampilan, sejahtera, menyediakan sumber tenaga manusia untuk keperluan kemajuan Negara dan member peluang-peluang pendidikan kepada semua warga Negara.Kemudian di tahun 2007 oleh bekas Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdullah Ahmad Badawi, dicanangkan Pelan Induk Pembangunan Pendidikan (PIPP ) 2006-2010 yang bertujuan untuk melonjakkan tahap kecemerlangan sekolah, yaitu melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, berakhlak mulia, bertanggungjawab, berkemampuan, dan dapat mengangkat imej system pendidikan negara di mata dunia (http//www.mohe.gov.my, 19/2/2010) Melalui PIPP 2006-2010 tersebut, 6 teras strategik digaris, yaitu: (1) Membina negara-bangsa, (2) Membangunkan modal insan, (3) Memperkasakan sekolah kebangsaan, (4) Merapatkan jurang pendidikan, (5) Memartabatkan profesi perguruan, dan (6) Melonjakkan kecemerlangan institusi pendidikan. Kemudian ada program lainnya yaitu Pembangunan pendidikan Malaysia 2001-2010 dan rancangan Malaysia ke 9 atau RM9. Kesemuanya ini secara garis besarnya adalah menjadikan Malaysia maju dalam bidang pendidikan. Semua program itu, selaras diciptakan saling dukung mendukung untuk menjayakan pendidikan di Malaysia. Pembangunan Pendidikan Malaysia 2001-2010 adalah (1) meningkatkan akses kepada pendidikan, (2) meningkatkan ekuiti, (3) meningkatkan kualiti pendidikan, (4) meningkatkan tahap keberkesanan dan kepengurusan pendidikan Sedangkan tujuan Rancangan Malaysia ke 9 adalah (1) meningkatkan ekonomi dan rantaian nilai yang lebih tinggi.(2) meningkatkan keupayaan pengetahuan dan inovasi serta memupuk minda kelas pertama (3) menangani ketidak seimbangan sosio ekonomi yang berterusan secara membina dan produktif.(4) meningkatkan tahap dan kemampuan kualiti hidup.(5) mengukuhkan keupayaan institusi dan pelaksanaan. Kesimpulan : Bahwa Pemerintah Malaysia nampak sangat serius mengatasi masalah di bidang pendidikan sehingga terlihat kemajuannya sejak tahun 1957 sampai saat ini di tahun 2011 baik dari sisi kualitas guru dan pengajarannya serta sisi-sisi lain yang sangat mendukung system pendidikan di Negara tersebut. Negara yang awalnya banyak mengirimkan pelajar ke Negara lain (seperti Indonesia), kondisi saat ini menjadi sebaliknya, bahwa banyak pelajar Indonesia yang belajar di Negara Malaysia. Bidang pendidikan menjadi prioritas utama dalan paling utama bagi pembangunan di Negara tersebut dengan visi 2020 yang dicangkan oleh pemerintahannya.
Referensi : 1. http://www.sosiohumanika-jpssk.com/sh_files/File/4.mior.usm.mei.2 2. http://id.wikipedia.org/wiki/Wawasan_2020 3. http://edukasi.kompasiana.com/2010/02/17/sistem-pendidikan-di-malaysia-sebuah-renungan/ Semua diakses tgl 2 September 2011

Senin, 03 Mei 2010

7 kebiasaan yang sangat islami...

Bulan Februari lalu saya mengikuti training 7 habbits yang diadakan oleh sebuah lembaga yang sudah memiliki lisensi dari steven covey, selama 2 hari. Pengalaman disana sungguh sangat membuat saya semakin yakin dengan dinul ISLAM. 7 kebiasaan yang dipaparkan dalam training ini meliputi :
1. be proactive
2. begin with the end in mind
3. put first thing first
4. think win-win
5. seek to understand and then to be understood
6. sinergize
7. sharpen the saw
Untuk menjadi seorang manusia yang efektif (istilah hadisnya khairunnas anfaukum linnaas) maka seorang itu harus pandai memanej dirinya sendiri. Dalam sebuah hadistnya rasulullah juga bersabda : "Kullukum ra'in wa kullukum masulun an raiyyatihi" Setiap diri kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap kepemimpinannya tersebut" Everyone is a leader. Sebagai seorang pemimpin maka ada 3 kebiasaan yang jika terus biasa dilakukan maka akam=n menjadi sebuah karakter yang terinternalisasi dalam diri kita. Yang pertama adalah kita harus terbiasa bersikap proaktif. Lawan dari proaktif adalah reaktif, yang sekarang masih menjadi sebuah kebiasaan yang kita jalani. Setiap ada suatu kejadian yang ada dihadapan kita biasanya langsung kita bereaksi. Misalnya anda janjian dengan teman anda pukul 09.00. Anda menjadi orang yang menunggu dengan waktu yang tidak sesuai dengan janji. Perasaan kesel, sebel dan pengen marah rasanya saat-sat yang tidak mengenak itu. Langsung saat temen anda datang, mulailah anda berceloteh melampiaskan kekesalan dan kemarahan anda..Itu salah satu bagian operete kehidupan kita dan masih banyak lagi yang lainnya dan sering kita jalankan kebiasaan yang reaktif. >>>>(to be continued)

Senin, 15 Juni 2009

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

Pada sebuah presentasi sosialisasi program rintisan sekolah bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh sekolah dihadapan sejumlah orang tua siswa, didapati beberapa ketidakjelasan. Aneh sekali....padahal mestinya dengan diadakannya sosialisasi tersebut maka informasi menjadi jelas. Acara itu dibuka oleh sambutan ketua komite sekolah yang memaparkan latar belakang adanya program RSBI dan pentingnya peran orang tua dalam mendukung program tersebut. Kemudian disusul dengan uraian global tentang kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan nantinya diikuti oleh siswa.Contoh tentang kegiatan didatangkannya native speaker.Pernah kegiatan ini dilakukan pada tahun lalu, native speakernya tidak cocok dengan siswa-siswanya. Kemudian para siswa meminta pihak sekolah untuk mengganti dengan native speaker yang lain yang sesuai dengan kriteria mereka. Oleh pihak sekolah permintaan tersebut dilayani. Haruskah seperti itu? Tidakkah sekolah memiliki kriteria yang telah ditetapkan dalam SOP (Standard Operarional Prosedur)nya atau juklak/Juknis penyelenggaraan RSBI dari Diknas terkait. Atau tidakkah sekolah memiliki kerjasama dengan lembaga tertentu yang bersertifikat internasional seperti Cambridge University untuk khusus program bilingual mereka. Ini tidak disebutkan pada presentasi itu.
Pada akhir sessi tibalah penjelasan biaya, yang dirasakan oleh hampir semua orang tua sangat besar, apalagi jumlah pararel kelas bertambah yang otomatis ada penambahan jumlah siswa dibanding dengan tahun sebelumnya. Respon orang tua menunjukkan keberatan atas biaya yang ditetapkan tersebut. Masukan dan permintaan agar ditinjau ulang,bahkan sampai pada cara pembayaran, tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Sehingga banyak dari mereka yang kemudian meninggalkan ruangan, sementara mereka yang tinggal masih mengusahakan agar dapat diperingan tentang biaya tersebut. Yang sangat ironis sekali ketua komite yang seharusnya bisa menampung aspirasi sebagian besar harapan orang tua tidak dapat ditunjukkannya. Pertemuan tersebut berakhir tetap dengan scenario sekolah, orang tua siswa silahkan memilih, take this programme and pay immediately or no........................................
Kisah diatas memperlihatkan sistem pendidikan yang masih poor di negara kita tercinta ini. Praktek cari duit sebanyak-banyaknya masih menjadi jiwa para pendidik, tanpa mengimbangi dengan peningkatan kualitas mereka serta program-program yang ditawarkan.
Kalau sudah seperti ini para konsumen yaitu para orang tua dihadapi sebuah pilihan yang sangat tidak mengenakan. Mereka ingin agar putra-putrinya mendapatkan pendidikan yang berkualitas, tapi tidak didapatinya. Yang ada hanya biaya pendidikan saja yang mahal tapi kualitasnya minim.Semoga saja keadaan ini bisa berubah...........

Rabu, 10 Juni 2009

Sebuah Renungan Untukmu Guru......

GURU SEJATI
Ada gugusan rindu membara
Adakah seteguk air yang telah engkau minumkan
Atau sebutir biji yang engkau tanam
Di dalam lubuk hati ini
Yang telah lama terlupakan dan gersang
Adakah setetes air hujan
Menjadikannya kembali hidup dan bersemi
Burung pipit tersenyum
Mengajak lari
Menyambut pagi
Aku bangun
Mencoba melangkah mengikuti
Tapi kaki enggan berdiri
Mentari bersinar cerah
Menembus sekat pintu
Membuka daun cendela
Tapi mata yang terlanjur rabun
Menjadi semakin buram
Kau datang guru
Dalam mimpiku di siang hari
Sinarmu kuat
Menarik tanganku
Kau datang lagi guru
Dalam mimpiku di siang hari
Bersama pasukanmu
Meratakan jalan
Menyingkirkan rintangan
Aku yang telanjang
Tuli, bisu, buta
Sendir tertatih - tatih
Melangkah searah
Mengikuti isyaratmu
Adakah sinarmu,
Sinari aku ?
Adakah kuatmu, Kuati aku ?
Aku bangun lagi
Melangkah semakin mendaki
Kau datang lagi guru
Saat aku rindui
Kini di depanku ada keretamu
Siap membawaku
Menuju maumu

Penggalan bait-bait syair di atas, menggugah hati kita sebagai guru agar dapat memberikan yang terbaik teruntuk anak didik tercinta, menghantarkan mereka ke gerbang masa depannya yang gemilang. Seyogyanya sebagai guru senantiasa meng up-gradeilmu yang kita miliki, agar dapat menyinari mereka dan menjadi guru yang terbaik untuk mereka.

Rabu, 03 Juni 2009

Mengapa observasi proses pembelajaran pada anak penting dilakukan.




Dalam melakukan proses belajar-mengajar seorang guru tak lepas dari sebuah activitas observasi, yang mencakup kegiatan melihat, mengamati, sebuah activity belajar siswa. Semua yang guru lihat sebagai informasi berupa data-data kemudian diinterpretasikan,dan difollowupi dengan sebuah tindakan yang sesuai, benar dan tepat. Tidak berlalu satu waktu pun terlewati tanpa observasi guru terhadap activitas seharian siswa di kelas. Pada sebuah activitas melukis, seorang siswa TK menuangkan kreatifitasnya pada sebuah kanvas. Dengan observasi seorang guru terhadap activitas ini maka : • Keamanan siswa dapat terantisipasi. Potensi-potensi yang dapat mendatangkan bahaya dan luka buat siswa dapat terlihat. Contohnya cat air yang tumpah, dimainkan dll. • Bantuan bisa diberikan. Saat siswa kehabisan paper, guru dengan segera bisa membantu mengambilnya. • Bimbingan bisa diberikan, misalnya siswa sdh bertingkah di luar prosedur, melakukan paint di dinding.Dalam observasi, guru bisa melakukan arahan dan bimbingannya. • Akan menemukan ketertarikan siswa dengan melakukan komunikasi saat observasi. Gambar apa yang kamu sukai? Kamu punya binatang piaraan di rumah? Jika kamu mau, kamu bisa bawa binatang itu ke sekolah! Selain itu, seorang guru yang senantiasa melakukan observasi terhadap siswanya, maka : • Dapat mengetahui learning styles siswa dan juga teaching strategies yang direncanakan oleh guru. Lebih cocok untuk siswa dibelajarkan dengan cara verbal atau visual. • Dapat mengembangkan cara belajar siswa. Dari observasi kegiatan mewarnai huruf alphabet, guru mengembangkannya dengan menyediakan media magnet alphabet dan mengadakan permainan dengan media tersebut. • Dapat merencanakan “curriculum planning”. Dari observasi kegiatan ini dihasilkan bahwa siswa sudah baik penguasaan ketrampilannya, maka untuk pertemuan berikutnya akan mengenalkan cat air, demonstrasi tekhnik mencuci kuas, dll. • Tercipta jalinan komunikasi dengan siswa. Ini harus dilakukan oleh seorang guru. Setiap siswa berhak untuk mendapatkan perhatian spesial dari guru. Dengan bertanya, guru menjadi tahu mengapa dan bagaimana siswa bisa melakukannya. Contoh :” ananda terlihat tekun sekali mewarnai, ada merah, biru, kuning, ada garis lurus, lengkung. Bisa kah anada beritahu Ibu bagaimana melakukannya, mana yang lebih dulu ananda kerjakan?” • Ciptakan juga jalinan komunikasi dengan orang tua. Sampaikan hasil observasi hari demi hari yang sudah guru lakukan. Bisa manfaatkan portofolio dokumentasi, lebih akan menghasilkan informasi yang positif yang berisi progress siswa dari waktu ke waktu. • Progress kemampuan siswa terlihat dari waktu ke waktu. Hari ini siswa bisa menggambar garis, hari berikutnya dapat mewarnai, dapat menggambar bentuk, dst. • Assesment - Evaluation dapat dilakukan. Yaitu sebuah proses dokumentasi ketrampilan siswa dan perkembangannya . Akan diketahui ketercapaian kemampuan siswa berada pada posisi baik-cukup atau kurang. Kemudian tindakan apa yang harus diambil setelah mengetahui gambaran assesment tersebut. Referansi : Week By Week, Documenting The Development of Young Children, Barbara Ann Nilsen, Ed.D., Thomson Delmar Learning.

Senin, 11 Mei 2009

BELAJAR MEMAHAMI............

Manusia diciptakan menjadi makhluk sosial. Ia berhubungan dengan orang lain. Dimulai dengan membina hubungan suami istri, melahirkan anak, bergaul dengan anak lain, berteman, bermasyarakat dan seterusnya dan seterusnya....Kita semua saling berhubungan, saling berinteraksi, saling berkomunikasi, saling menerima, saling memberi dan saling membantu serta saling membutuhkan.
Alangkah indahnya kehidupan ini, jika hubungan interaksi ini berjalan dengan mesra. Suami dengan istrinya, ayah dengan anaknya, ibu dengan anaknya, sikecil dengan si sulung, si buyung dengan si upik, sang pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya. Subhanallah........
Bagaimana membuat hubungan tersebut mesra, harmonis dan langgeng? Itulah pertanyaan besar yang harus dijawab.
Semua orang dilahirkan membawa keunikan tersendiri yang beraneka macam. Dari mulai warna kulit, bentuk tubuh, mata, hidung, sampai dengan berbagai sifat kepribadian. Potensi dasar seperti ini Allah SWT berikan agar kita saling mengenal. Pada proses interaksilah tahapan saling mengenal itu terjadi.
Betapa sempurnanya konsep islami yang ada menginformasikan kepada kita tentang sebuah persaudaraan/ikatan. Ada beberapa tahapan yang dilalui mulai dari tahapan mengenal, berlanjut pada tahapan memahami, terus meningkat pada tahapan saling tolong-menolong dan saling memberikan apapun yang terbaik dari kita untuk kita.
Tahapan mengenal berproses dan berjalan seiring waktu kita bersama menjalani kehidupan ini. Semisal sebuah bahtera rumah tangga, tahapan mengenal dimulai dari awal tahun pernikahan kemudian memasuki tahun kedua lalu tahun ketiga. Sang suami mengenal sang istri kelemahan-kelemahannya serta kelebihan-kelebihannya, begitupun sebaliknya. Ikatan terus berproses dan berjalan masuk ke tahap saling memahami. Bagaimana kita mensikapi tahapan ini?
Tentu kita sudah mengenal tentang emotional quotions, interpersonal quotions dan intrapersonal quotions. Kecerdasan-kecerdasan itulah yang merupakan potensi yang harus kita munculkan saat kita memasuki tahapan memahami dalam kita berinteraksi. Emotional quotions adalah ranah emosi yang mestinya bisa kita kontrol saat dihadapi sebuah kejadian yang tidak mengenakan, yang membuat kita tidak nyaman, yang sering dihinggapi rasa kecewa dan seonggok emosi-emosi negatif yang lainnya. Emosi tersebut sering kita alami pada tahapan memahami ini. Bayangkan jika seorang anak usia 4 tahun tatkala sedang bermain dengan anak lainnya, tiba-tiba ia menangis karena temannya merebut mainan kesayangannya. Sebagai seorang dewasa bagaimana kita mengajarkan anak kita belajar untuk bisa memahami pada proses interaksi mereka. Anak itu menangis karena sedih dan marah, maka kenali kepadanya akan perasaannya tersebut. Ajarkan dia untuk bisa memaafkan temannya karena perbuatannya tersebut, juga sebaliknya agar temannyapun diminta untuk meminta maaf dan mengembalikan mainan yang bukan miliknya atau meminta kembali dengan cara yang baik meminjam mainan temannya, tidak dengan merebut. Ini akan berhasil dilakukan oleh orang dewasa kepada mereka saat kondisi emosi negatifnya bisa ditenangkan atau undercontrolled.
Intrapersonal quotions, kecerdasan diri itulah yang berperan juga untuk dapat mengontrol emosi negatif yang sedang melanda untuk kemudian perannya dilakukan oleh interpersonal quotions, kecerdasan berteman, bekerjasama, membangun tim, untuk bisa memaafkan dan meminta maaf. Demikian seterusnya kehidupan ini penuh warna-warni dalam proses berinteraksi kita harus dapat memasuki tahapan memahami ini. Karena disinilah potensi kecerdasan-kecerdasan tersebut terasah dan terlatih, sehingga akan menghasilkan sebuah profile kepribadian kita menjadi semakin menarik.
Akan lebih amazing lagi jika kita juga dapat memasuki tahapan berikutnya yaitu saling tolong menolong dan saling memberi kemanfaatan untuk kita bersama. Semoga ALLAH SWT senantisa memberikan petunjuk dan membimbing langkah kita agar tercipta kehidupan yang penuh irama-irama keharmonisan. Seperti sebuah penggalan syair lagu :
“ Harmony.....Living in the harmony”